Tampilkan postingan dengan label Panduan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Panduan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 24 Maret 2009

Mata Uang yang Direkayasa dan Uang Fantasi


Ketika SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah) masih beredar, masyarakat pernah dihebohkan dengan uang kertas lama bergambar Presiden Soekarno pecahan Rp 1000 tahun 1964. Uang itu memiliki berbagai macam gambar fantasi yang katanya bernilai jutaan rupiah setiap lembarnya. Konon, di dalam uang tersebut terdapat “water mark” bergambar Soekarno dengan tepi-tepinya bergambar palu arit sehingga disebut-sebut sebagai “uang sakti”.

Kemudian muncul uang Brasil pecahan 5.000 dan 10.000 Cruzados. Pada 1989 pemerintah Brasil telah “menggunting” uang itu menjadi 5 dan 10 Cruzados. Oleh oknum-oknum tertentu uang-uang tersebut ditawarkan kepada masyarakat awam dengan nilai tukar 1:1 bahkan lebih. Konon, penukarannya bisa melalui bank pemerintah. Sampai kini transaksi demikian, karena ketidaktahuan masyarakat saja, masih sesekali terjadi. Memang uang Brasil itu asli, namun tidak laku dijual atau memiliki kurs yang jauh lebih kecil daripada rupiah.

Penipuan dengan uang Brasil tercatat kerap terjadi. Sering dengan bujuk rayu yang manis dikatakan nilai uang Brasil itu setara dengan nilai dollar AS. Untuk itu masyarakat perlu waspada, apalagi di zaman yang serba susah ini.

Selain itu pernah heboh koin perak bergambar Raja Willem tahun 1818 pecahan 2,5 Gulden palsu. Koin itu biasanya berukuran lebih besar dari aslinya dengan bahan tembaga atau kuningan yang disepuh perak. Pernah juga terjadi koin rekayasa Diponegoro yang ornamen belakangnya disulap menjadi gambar-gambar burung dan keris dengan macam-macam fantasi serta uang kertas bergambar Presiden Soekarno bertahun 1954.

Masih ada kasus lain, yakni penyalahgunaan uang lembaran 1 juta dollar AS dan Kanada. Bayangkan besarnya! Uang demikian disebut uang fantasi atau “dream money”. Bukan uang sungguhan, hanya “main-main” untuk keperluan kolektor. Jadi tidak bisa dipakai sebagai alat transaksi.


Metode meneliti uang daerah


Biasanya bahan dasar uang darurat sangat rapuh dan layu. Lalu bagaimana meneliti uang darurat yang kondisi kertasnya masih kokoh?

Cara pertama, meraba permukaan kertas dan membandingkannya dengan uang darurat yang bahan dan kondisi kertasnya serupa.

Cara kedua, melihat dengan bantuan kaca pembesar untuk segi mutu cetakan, struktur kertas, dan kekasatan hasil cetaknya.

Mudah-mudahan info klasifikasi mutu berikut bermanfaat bagi Anda:

Kertas tik lama, cetakan stensil, cap stempel tangan, tinta pekat tidak menyolok, nomor seri dengan numerator, kasat. Terdapat pada uang daerah Rantau Prapat, Labuhan Bilik, dan Membangmoeda.

Kertas pembungkus berwarna agak coklat, cetakan mesin handpress, stempel tangan, nomor seri cap dengan numerator, kasat, warna pekat dan tidak menyolok, angka nominal cap pada sisi atas kiri. Terdapat pada uang Bojonegoro.

Kertas buku tulis, cetakan tangan, warna pekat tidak menyolok, tinta darurat, nomor seri stempel dengan numerator, tidak luntur, ornamen tulis dan gambar tidak pudar. Terdapat pada Cek Palembang.

Sedapat mungkin kita harus meneliti secara cermat detilnya. Kalau perlu dicatat ukuran dan pola dari ornamen tulisan dan gambarnya, agar kita mendapat pegangan atau patokan yang kuat untuk memastikan apakah uang daerah yang baru kita jumpai itu asli atau tidak.

(Sofyan Sunaryo, Buletin PPKMU, Oktober 1996)

Senin, 23 Maret 2009

Mencegah Penipuan dalam Dunia Numismatik Indonesia


Sebagai kolektor kita dituntut tidak sekadar gemar mengumpulkan koleksi mata uang saja. Kita harus terdorong untuk menggali dan mengupas masalah yang bersangkut paut dengan koleksi. Dengan demikian bukan hanya menjadi hobi belaka bilamana kita mau mengungkap sejarah di balik latar belakangnya. Tentunya akan menambah keasyikan kita dalam mencari mata uang yang baru dalam melengkapi koleksi kita.

Kegemaran mengumpulkan mata-mata uang dari negeri sendiri dapat digolongkan sebagai kepedulian akan sejarah bangsa. Apalagi kita mau menelusuri sejarahnya demi melengkapi apa yang telah kita punya.

Dewasa ini banyak orang “menggosipkan” berbagai jenis mata uang, misalnya heboh uang fantasi 1 juta dollar dan uang Soekarno 1964. Tentunya ada oknum tertentu yang mencari kesempatan dan keuntungan material dengan saling tuding dan bahkan memfitnah.

Sejak lama dunia numismatik Indonesia sudah mengenal mata uang “asli” dan “palsu”. Yang dimaksud “asli” dan “palsu” di sini adalah mata uang yang benar-benar asli dan berlatar belakang sejarah serta mata uang yang sekadar fantasi atau fiktif.

Koleksi mata uang yang asli sudah jelas dicetak dan diterbitkan oleh pemerintah. Dulu uang-uang palsu sengaja dibuat oleh musuh-musuh pemerintah guna menyerang pemerintahan yang sah.


Mata uang palsu buatan zaman dulu dan zaman sekarang

Uang palsu buatan zaman dulu dapat kita kenali ciri-cirinya lewat perbandingan dengan uang yang asli. Uang palsu buatan zaman dulu kentara bedanya dengan uang palsu buatan zaman sekarang.

Karakter uang palsu zaman dulu mempunyai ciri-ciri tertentu dalam pembuatannya. Misalnya uang logam palsu bila berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun memiliki berat dan kepadatan logam yang khas karena dibuat dengan teknologi seadanya. Sedangkan uang logam palsu yang dibuat sekarang dibuat dengan teknologi sekarang. Kalaupun dibuat dengan mencontoh teknologi zaman dulu, akan gampang kentara karena kebekuan logam yang dipanaskan. Seorang pakar mampu mendeteksinya dari contoh bunyi logam atau dengan menggoreskan logamnya.

Sementara itu uang kertas palsu buatan zaman dulu memiliki ciri-ciri seperti warna kertas kecoklatan, tua, dan rapuh dengan baunya yang khas bila telah berusia 40 tahun atau lebih. Begitupun bila kondisi barangnya UNC. Meski keadaan kertasnya kelihatan kuat, sebenarnya rapuh dan patah bila terlipat.

Tulisan dan gambar kering dan telah melekat kuat merasuk ke pori-pori kertas sehingga bila terkena air tidak mudah luntur dan masih kentara cetakannya apabila terendam air dan dikeringkan kembali. Warna kertas yang kecoklatan berubah menjadi bersih bila direndam cukup lama dan kertas tetap rapuh bila sudah kering.

Sedangkan uang palsu yang dibuat zaman sekarang mempunyai ciri-ciri warna kertas kecoklatan tetapi kertasnya menjadi coklat akibat dijemur matahari ataupun diasapi dan kertasnya kokoh bila dilipat-lipat. Hal ini untuk menirukan kondisi uang kertas lama yang seakan-akan asli.

Warna tinta tidak begitu kering dan kurang meresap ke dalam pori-pori sehingga mudah luntur meski terkena setetes air. Bila dicetak dengan cetak sablon akan mudah kentara dari bau dan daya lekatnya kurang kuat. Warnanya pun cerah terkadang mengkilap. Bila menggunakan cetak stensil baunya keras atau tintanya mudah luntur karena belum meresap ke pori-pori. Bila menggunakan mesin offset kertasnya kuat dan warnanya cerah seperti baru.

Uang palsu zaman dulu dibuat dengan cara menjiplak gambar dengan ketelitian tangan lalu kemudian dibuat menjadi klise. Sedangkan uang palsu buatan zaman sekarang kertasnya janggal. Terkadang komposisi tulisan, gambar, dan warna kurang teliti karena dibuat dengan cara fotokopi terlebih dulu, baru dibuat klisenya.


Meneliti keaslian uang kertas daerah

Umumnya uang kertas daerah karena dibuat dalam keadaan darurat, maka kurang memiliki tanda-tanda pengaman yang memadai. Sulit sekali membedakan mana uang asli dan mana uang palsu.

Hanya diketahui proses pembuatan uang daerah relatif sama, yakni media kertas yang digunakan dan teknik mencetaknya. Kita mesti memaklumi, dulu pemerintah daerah masih belum memiliki sarana yang memadai. Konon, karena operasi militer penjajah, lokasi pencetakan uang sering kali harus berpindah tempat bahkan sampai ke hutan.

Hal ini menyebabkan terbatasnya penggunaan bahan. Menurut pengalaman, terdapat kesamaan bahan di antara daerah-daerah yang berdekatan. Misalnya karakter uang darurat daerah Asahan serupa dengan Kuala Leidong. Karakter uang darurat daerah Langsa sama dengan Kutaraja, dsb.

Keunikan ciri-ciri karakter uang kertas darurat sesungguhnya khas dan mudah kentara bila dibandingkan dengan uang palsu. Rata-rata uang darurat memiliki kertas-kertas yang rapuh dan layu. Warna kertas pucat kecoklatan dan berbau meskipun dalam keadaan UNC. Cetakan pada tulisan dan ornamen gambar meresap ke pori-pori kertas terdalam dan tidak mudah luntur bila terkena air, sekalipun dicetak menggunakan tinta air.

(Sumber: Sofyan Sunaryo, Berita PPKMU, Oktober 1996)

Selasa, 03 Maret 2009

Numismatik untuk Remaja


Partisipasi remaja dalam numismatik memang sangat diharapkan. Pentingnya pembentukan kader untuk masa depan numismatik di Indonesia mengharuskan kita mengikutsertakan para remaja sebagai generasi penerus. Dalam filateli pengikutsertaan remaja telah mencapai beberapa hasil, antara lain menanjaknya jumlah anggota dan juga bertambah gairahnya kegiatan berkat rangsangan mereka ini.

Bagaimana dengan numismatik? Kalau dalam kegiatan filateli seorang remaja dapat memulainya dengan mengumpulkan prangko bekas dengan cara meminta kepada kawan atau kerabat yang banyak berkorespondensi. Atau malah masih mungkin mengumpulkan amplop berprangko dari keranjang sampah, tipis kemungkinan hal serupa dapat dilakukan oleh seorang remaja yang ingin berkoleksi numismatik.

Memang ada banyak jenis uang tidak laku, tetapi jarang ada uang bekas yang dibuang di keranjang sampah. Seorang remaja yang ingin memulai koleksi uang mau tidak mau paling sedikit harus berhubungan dengan tukang loak untuk mendapatkan mata uang logam atau kertas yang ingin dikumpulkannya. Ini berarti pengeluaran sejumlah uang (yang masih laku) sebagai imbalan.

Pengeluaran uang tambahan untuk remaja yang masih duduk di bangku sekolah tentu saja akan menambah berat beban orang tua mereka karena koleksi yang seperti ini tidak dapat dianggap sesuatu yang esensial oleh orang tua manapun, kecuali kalau orang tua remaja itu kaya sekali yang tentu saja hanya sedikit jumlahnya.

Sampai di sini tampaknya gagasan penyertaan remaja ini seperti satu kasus yang “hopeless”. Beberapa perhimpunan numismatik di luar negeri malah angkat tangan dan tidak dapat menerima keanggotaan di bawah umur seperti remaja itu. Tetapi apa kita juga harus berputus asa mengikuti jejak perhimpunan numismatik luar negeri ini? Saya rasa tidak seharusnya demikian.

Pertama, kita harus berterima kasih kepada pendiri PPKMU yang berpandangan jauh ke depan sehingga masalah ini masih dapat kita cari pemecahannya. Dapat kita lihat dari nama PPKMU, di dalamnya terdapat perkataan “Perhimpunan PENGGEMAR Koleksi Mata Uang”.

Apabila seorang remaja pemula belum mampu memulai koleksi, dia seharusnya masih dapat diterima menjadi anggota dan digolongkan pada kategori “penggemar”. Sebagai penggemar saja dia tidak perlu mengoleksikan apa saja, jadi tidak perlu juga mengeluarkan uang banyak. Untuk menyalurkan minat mereka dapat dianjurkan misalnya:

Menyusun kembali daftar uang yang pernah beredar di Indonesia secara kronologis, tempat penerbitan, pencetak, daerah peredaran, masa peredaran hingga ditarik kembali, harga satu per satu uang di Indonesia dan luar negeri, dan pokoknya banyak lagi.

Melakukan penyelidikan dan penulisan mengenai sejarah satu set tertentu mata uang berupa proyek di SMA atau skripsi di pendidikan tinggi.

Melakukan penyelidikan sejarah tentang sebab-sebab dipalsunya satu mata uang, cara-cara pemalsuannya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ini.

Tentu saja untuk kegiatan mereka diperlukan bantuan dari para anggota PPKMU yang lebih senior, misalnya berupa peminjaman satu set koleksi, buku, katalog, dan malah bimbingan, petunjuk, serta pengarahan. Ini tentu juga akan mendatangkan keuntungan bagi para senior karena paling sedikit ia akan dirangsang oleh para remaja ini, sehingga pengetahuannya akan bertambah.

Walaupun kita belum melihat adanya kegiatan ini dalam PPKMU pembentukan suatu wadah tersendiri bagi para remaja ini sudah seharusnya kita mulai dari sekarang. Tentu saja kategori penggemar itu dapat juga mencakup golongan lainnya sehingga di dalamnya dapat dimasukkan selain para remaja juga misalnya wartawan yang berminat, guru sejarah, pedagang uang atau orang yang hanya ada minat saja seperti petugas museum dan lain-lain.

Salah satu contoh dari karya yang kelak dapat digarap oleh para remaja adalah skripsi mahasiswa Seri Rupa ITB berjudul “Disain Uang Kertas Indonesia”. Ditonjolkan di dalamnya seni grafika potret Bung Karno dalam berbagai pose.

Sebenarnya opini di atas sederhana saja dan kelihatannya mudah dilaksanakan. Tetapi bagi kita biasanya “memulai sesuatu” adalah hal yang sukar.

(Sumber: H. Natasuwarna, Berita PPKMU 1985)

Minggu, 22 Februari 2009

Mengukur Tingkat Kondisi Mata Uang


Untuk mendapatkan sebuah koleksi yang sempurna dan enak dipandang, tentu saja diperlukan materi yang bagus. Karena itu sejumlah kolektor sangat fanatik dengan kondisi suatu mata uang. Dalam arti mereka hanya menjatuhkan pilihan pada mata-mata uang dengan kondisi yang sempurna. Kondisi bisa sedikit dilonggarkan bila jenis tersebut benar-benar langka.

Tingkat kondisi yang berbeda juga mempengaruhi nilai dan harga sebuah koleksi. Perbedaan terlihat pada perkiraan harga di katalog yang biasanya dibedakan atas dua atau tiga tingkat serta harga nyata yang terjadi atas suatu mata uang. Tingkat kondisi yang umum adalah prima (sempurna), baik, dan lumayan (biasa). Tidak mustahil terdapat perbedaan harga yang menyolok di antara ketiganya.

Untuk jenis mata uang kuno dan lama, agak susah secara tepat menentukan tingkat kondisinya. Cara-cara dan patokan yang diperkenalkan di bawah sekadar sebagai ancar-ancar atau perkiraan semata.


Kaca pembesar

Tidak menjadi soal untuk menilai tingkat kondisi mata uang baru. Bagi mata uang kertas, dikatakan sempurna bila masih utuh, tidak terdapat lipatan ataupun coretan/noda, dan kertas masih terasa keras kalau diraba. Bagi mata uang logam, gambar terlihat nyata, tidak ada goresan, dan gerigi di samping (kalau ada) masih utuh.

Sebaliknya, akan menjadi lebih rumit bila menjumpai mata uang lama atau kuno, baik kertas maupun logam. Lebih-lebih yang bernilai tinggi dan tenar. Kita harus teliti dan awas, karena cacad atau noda kecil pun akan memengaruhi harga atau nilainya. Untuk itulah penelitian tidak cukup dengan mata biasa, melainkan harus memakai alat penolong kaca pembesar. Soalnya tidak jarang, goresan atau nilai tersebut tidak terlihat oleh mata biasa, tetapi menjadi nyata dan jelas di bawah kaca pembesar. Bahkan ada kemungkinan perbaikan maupun perubahan yang dibuat secara rapi dan sempurna, sama sekali tidak terlihat oleh mata biasa.

Bermacam-macam kaca pembesar yang ada,umumnya mampu memperbesar detil antara 2-10 kali. Tetapi ada yang lebih kuat lagi sampai bisa memperbesar sampai 30 kali. Di pasaran banyak tersedia kaca pembesar yang berbentuk sederhana sampai yang sangat canggih.


Tingkat kondisi

Secara sederhana, pengelompokan tingkat kondisi adalah sempurna, baik, dan jelek. Dua yang pertama lebih sering digunakan dan merupakan ukuran pokok dalam membuat patokan harga. Ketiga tingkatan tersebut oleh para numismatis lebih dirinci menjadi:

  1. Sempurna (prima): brilliant uncirculated, proof uncirculated, extremely fine
  2. Baik: very fine, fine
  3. Cukup: fair
  4. Jelek: poor

Pembagian di atas menurut sistem Inggris. Sedangkan pada sistem AS, tingkatan fine dibagi menjadi very good dan good. Ada kalanya dan tidak jarang, sulit untuk mencapai kesepakatan dalam mengatakan tingkat kondisi sebuah mata uang.

Untuk menghindarinya dipakai istilah nearly dengan singkatan N atau almost (A). Atau kalau kondisi sisi yang satu tidak sama dengan sisi sebaliknya, disebutkan keduanya. Maka tidak jarang dijumpai penulisan atau penyebutan EF/N.VF yang berarti sisi muka kondisi sempurna, sedangkan sisi sebaliknya mendekati baik (nearly very fine).


Tanda yang digunakan

Berbagai tanda/singkatan yang berbeda dipakai untuk mewujudkan tingkat kondisi mendasar atas sistem AS. Di AS berturut-turut adalah Proof (PF), Uncirculated (Unc), Extremely Fine (EF), Very Fine (VF), Fine (F), Very Good (VG), Good (G), dan Poor (P). Sistem AS lah yang kemudian banyak dipakai di dunia numismatik internasional.


Cara pengukuran

Sebagai cara memerkirakan atau mengukur kondisi mata uang dapat ditempuh jalan sbb: tingkatan kondisi diberi nilai masing-masing:
  • Unc-100
  • EF-90
  • VF-75
  • F-55
  • fair (VG/G)-30

Mata uang yang dimaksud kita teliti, baik dengan kaca pembesar ataupun tidak. Lalu dicatat dan diberi nilai tentang kebersihannya, gambarnya, gerigi, atau lipatan bagi mata uang kertas.

Angka-angka yang diberikan mulai nol bagi yang sempurna, terus meningkat sesuai dengan keadaannya, misalnya nilai 5 untuk cacad-cacad yang tidak kentara, 10 bagi noda-noda kecil dan 20 untuk yang lebih besar. Angka-angka yang diperoleh dari setiap penilaian dijumlahkan, hasilnya kita sebut nilai sementara. Selanjutnya sebagai hasil akhir 100 – nilai sementara. Hasil tetap ini merupakan tingkat kondisi mata uang tersebut disesuaikan dengan daftar yang dibuat.

Contoh kasus: sebuah mata uang kertas yang gambarnya masih jelas, sedikit ada noda, dan pernah terlipat.

Cara pengukuran:
  • kebersihan: 0
  • lipatan: 5 (karena tidak terlalu nyata)
  • gambar: 0 (karena masih nyata)
  • ujung: 0 (karena masih utuh/persegi)
  • permukaan: 5 (karena ada sedikit noda)

Hasil penjumlahan angka-angka tersebut menjadi 10. Jadi tingkat kondisi mata uang tersebut menjadi 100 – 10 = 90 adalah EF.


Kegunaan

Jika membeli mata uang secara langsung, tidaklah menjadi masalah karena bisa dilihat dan diteliti di tempat. Dalam pelelangan atau membeli melalui pemesanan (lewat pos), mengetahui kondisi dan tanda-tanda sebelumnya adalah sangat penting. Pihak penjual dalam menawarkannya, harus mencantumkan tingkat kondisinya. Hal ini sangat membantu untuk dipakai sebagai dasar menilai, hingga dapat ditentukan penawaran atau harga bagi mata uang itu.

Kecermatan dan ketepatan dalam menentukan tingkat kondisi sangat penting. Tidak saja menjadikan koleksi sedap dipandang tetapi juga membuat koleksi tersebut berbobot dan bernilai tinggi.

(Sumber: Sumpeno Dj, Berita PPKMU, Desember 1993 dan Februari 1994)

Sabtu, 21 Februari 2009

Mahalkah Hobi Numismatik?


Salah satu kendala perkembangan numismatik di negeri kita adalah anggapan bahwa numismatik merupakan hobi mahal. Anggapan itu tidak sepenuhnya benar karena tidak semua jenis mata uang (objek utama numismatik) berharga tinggi. Anggapan itu ada juga benarnya karena beberapa jenis mata uang mempunyai harga yang yang “wah” dan menggiurkan. Meskipun demikian, masih cukup banyak mata uang yang berharga murah dan terjangkau oleh para remaja dan pemula yang ingin menggeluti numismatik. Bahkan tidak jarang, dengan menggeluti numismatik beberapa keuntungan—termasuk finansial—dapat diperoleh sehingga bisa menunjang kegiatan selanjutnya.

Numismatik, yang berasal dari kata numisma (bahasa Latin) dengan arti uang logam, memang pada awalnya hanya berupa kegiatan mengumpulkan berbagai mata uang dan menyimpannya. Sejalan dengan perkembangan kemajuan di segala bidang, numismatik berkembang menjadi suatu bidang studi dan niaga mata uang, khususnya di negara-negara yang situasi dan kondisinya memungkinkan. Dengan kata lain, di samping bermakna sebagai hobi, numismatik bisa diartikan sebagai suatu cabang atau disiplin ilmu meskipun dalam skala terbatas. Juga suatu kegiatan niaga atau bisnis.


Motivasi

Banyak motivasi yang mendasari orang menggeluti numismatik. Bisa karena profesi dan lingkungan ataupun sekadar hobi. Karena profesi, misalnya, dilakukan oleh karyawan bank atau tempat lain yang selalu berhubungan dengan mata uang (kasir, bendaharawan, dsb). Tidak jarang karena sering berhubungan dengan uang, mereka menjadi tertarik dan berminat mengumpulkan serta mengoleksi berbagai jenis mata uang.

Lingkungan juga bisa memengaruhi seseorang menjadi numismatis. Sebagai misal orang yang sering bepergian ke luar negeri, karena kerap melihat uang asing menjadi tertarik dan secara tidak sengaja lama-kelamaan akan mengumpulkan dan mengoleksinya. Lingkungan lain adalah keluarga. Dalam keluarga yang senang mengumpulkan mata uang, ada kalanya anggota lain tertarik dan ikut menjadi numismatis.

Hobi atau kegemaran mengumpulkan sesuatu juga dapat mendasari seseorang menjadi numismatis. Seseorang yang hobi mengumpulkan benda antik, tidak jarang juga mengumpulkan mata uang. Seorang filatelis banyak yang merangkap menjadi numismatis atau bahkan berubah dari filatelis menjadi numismatis.

Motivasi dasar sangat penting dalam menjaga kelanggengan seorang numismatis. Makin jelas dan mantap motivasinya, makin tekun seorang numismatis menggeluti bidangnya. Di samping motivasi, tujuan utama juga harus jelas. Menurut artinya, numismatik mempunyai tujuan untuk studi dan koleksi. Dua tujuan ini bisa diperluas dan dirinci, mengingat telah banyak berubahnya makna numismatik.

Rincian tujuan menggeluti bidang numismatik, tidak bisa lepas dari motivasi yang mendasarinya. Dilihat dari motivasi dasar lingkungan dan hobi, umumnya tujuan menggeluti numismatik adalah kesenangan dan kenikmatan. Koleksi yang dibuat semata-mata ingin agar bisa dinikmati keindahannya. Dengan menikmati keindahan, misalnya menyimak lembar dan keping mata uang, secara tidak langsung kita dapat menimba ilmu (studi) apa yang tersurat dan tersirat di dalamnya. Tujuan lain, sejalan dengan tingkat perekonomian yang menaik, numismatik merupakan cabang niaga baru. Mata uang, banyak yang menganggap bisa dipakai sebagai benda layak dikoleksi dan mempunyai nilai yang menaik bila disimpan. Oleh karena itu banyak orang mempunyai tujuan utama mendapatkan keuntungan dari numismatik, dengan arti kata numismatik sebagai bidang niaga.

Dengan mengetahui secara pasti motivasi dan tujuan terjun ke dunia numismatik, dapat dipakai sebagai patokan dalam mencari dan mendapatkan jenis mata uang yang bakal dibuat koleksi. Dengan kata lain, misalnya motivasinya karena hobi, maka bisa dipilih mata-mata uang yang mendapatkannya semudah dan semurah mungkin, dan ini dapat dikaitkan dengan hobi lain.

Sebagai contoh, bagi seorang pemula yang ingin menekuni numismatik, tidak harus mendapatkan dengan cara membeli mata uang langsung dan yang harganya tinggi, tetapi bisa dengan cara tukar-menukar dengan sahabat pena di luar negeri. Ini dikaitkan dengan hobi korespondensi. Bisa juga memasuki perkumpulan numismatik, sehingga bisa berjumpa dengan numismatis lain. Dari mereka kita dapat memperoleh mata uang yang bakal dikoleksi secara mudah. Caranya bisa langsung kepada para numismatis itu atau melalui pelelangan yang nota bene harganya masih sangat miring, paling tidak materi yang ditawarkan cukup layak dikoleksi (memilih secara selektif).


Materi

Pemilihan materi memerlukan suatu disiplin tersendiri karena saat ini sangat banyak materi yang ada dan semuanya menarik. Untuk menjaga agar jangan sampai pengeluaran dan biaya yang diperlukan terlalu besar, salah satu jalan adalah memilih secara selektif yaitu mata uang mana yang perlu dikoleksi. Mata uang yang perlu dikoleksi adalah yang masih dalam kondisi bagus dan sesuai dengan tema koleksi.

Jenis mata uang yang bagus dan layak dikoleksi terutama dilihat dari tingkat kondisi, nilai, dan harganya. Hal ini memerlukan suatu pembahasan tersendiri. Yang perlu diingat, sedini mungkin kita sudah memahami jenis dan macam mata uang yang bakal dikumpulkan dan keyakinan bahwa numismatik akan bisa mendatangkan manfaat.

Hal ini perlu guna menghilangkan anggapan bahwa numismatik perlu pengeluaran biaya yang besar. Numismatik sebagaimana hobi lain, mempunyai tingkatan. Bagi para pemula banyak cara dan jalan yang bisa ditempuh dengan biaya yang seminimal mungkin. Untuk itulah perlu suatu taktik tertentu dan ini bisa didapat melalui tukar pikiran antaranggota suatu perhimpunan. Itulah salah satu manfaat menjadi anggota himpunan.

(Sumber: Sumpeno Dj., Berita PPKMU, Oktober 1989)



Cara Perawatan Koin


Koin memerlukan perawatan. Tanpa perawatan yang tepat, keadaan beberapa spesimen akan menjadi rusak. Apalagi koin-koin yang sudah berusia tua. Sudah tentu nilai koin demikian akan menjadi berkurang. Dengan memberikan sedikit perhatian, maka keadaan dan nilai sebuah koin akan tetap bertahan.

Kurang diketahui sepenuhnya bagaimana cara memperhalus logam yang akan dipergunakan dalam pembuatan koin. Biasanya logam terdapat di dalam kerak bumi berupa campuran yang kompleks, tetapi tidak berubah (stable). Setelah dilakukan penggalian, bijih-bijih logam dipisah-pisahkan dan menghasilkan kurang lebih berupa logam murni. Sering juga logam-logam yang berlainan dicampur untuk memadukan atau mengombinasikan sifat-sifat logamnya dan dibuat suatu campuran untuk dijadikan bahan dalam pembuatan koin.

Ditinjau dari sudut pandangan para numismatis, beberapa jenis logam yang memenuhi syarat (sesuai) untuk pembuatan koin, bijih logamnya harus baru diambil dari tempat penggalian atau penambangannya. Mereka yang sering menangani atau memiliki sejumlah perak, pasti mengetahui bagaimana pekerjaan membersihkan menjadi suatu keharusan atau kewajiban yang tidak boleh diabaikan.

Sebagai contoh, pada waktu kita mengganti sekering listrik, akan tampak kabel-kabel halus terbuat dari tembaga yang terbungkus. Pada sambungannya terlihat memudar. Ini menandakan mulai rusak. Pada kedua kasus di atas permukaan logam murni yang tidak dilapisi akan bereaksi dengan unsur-unsur pokok dari atmosfir, membentuk campuran logam yang lebih bersifat tetap (tak berubah).

Reaksi yang paling sederhana ialah bahwa apabila logam dikombinasikan dengan oksigen atsmosfir akan membentuk oksida (metallic oxide). Semuanya ini hampir menyerupai zat-zat yang selalu berwarna pudar, yang pada akhirnya menjadikan permukaan koin menjadi rusak kilauannya. Logamnya dapat juga bercampur dengan uap di atmosfir, sulfur dioksida, hidrogen sulfida, asam encer, dan unsur-unsur pokok yang terdapat di atmofir.

Barang siapa yang mengumpulkan koin dan tinggal di daerah perindustrian, akan dihadapkan pada problem-problem khusus yang disebabkan oleh keadaan dan pengaruh setempat dan sekitarnya. Beberapa waktu kemudian keadaan ini dapat disetujui oleh para numismatis. Pada akhirnya, lapisan luar pada campuran logam akan terbentuk di permukaannya dan bertindak sebagai penahan terhadap kejadian-kejadian dan pengaruh luar selanjutnya.

Pengaruhnya dapat menyenangkan dan menarik. Bahkan “patina”, sebutan yang sering digunakan untuk koin tembaga, dapat menaikkan nilai suatu koin. Bagaimanapun, diperlukan waktu bertahun-tahun untuk eksperimen. Kita harapkan adanya saran yang berguna untuk mengetahui formasi atau bentuk “patina” koleksi seseorang. Pada kepingan-kepingan yang terbuat dari perak, pengaruh yang sama sering disebut “toning”.


Kilauan

Oleh karena pada umumnya kolektor merasa beruntung memperoleh spesimen yang dicetak berkilauan, perawatan menjadi sangat penting artinya. Perawatan merupakan tindakan yang harus dilakukan sejak awal pemilihan. Proses pencetakan uang melibatkan banyak mesin berat dan sering juga menggunakan tenaga manusia. Oleh karena itu sesampai di tangan kolektor, koin tersebut telah membawa bibit-bibit perusak kilauan uang.

Setelah dipelajari, koin tersebut ternyata harus dicelupkan ke dalam bahan bakar untuk pembuatan korek api. Bahan tersebut dipercaya akan melarutkan minyak dan lemak yang berasal dari pabrik pencetakan. Termasuk juga kotoran-kotoran yang menempel, yang terjadi pada saat-saat sirkulasi.

Bahan bakar untuk korek api adalah cairan yang paling tepat, tetapi kemungkinan terjadinya kebakaran sangat tinggi. Karena itu tidak boleh dipergunakan di dalam ruangan tertutup. Kesulitan-kesulitan yang sebenarnya baru timbul setelah perawatan awal ini. Soalnya adalah untuk selanjutnya permukaan logam sangat dipengaruhi oleh perubahan atmosfir.

Pada dasarnya terdapat dua pilihan. Pertama, logam dapat dilapisi untuk melindungi lapisan luar koin dari atmosfir atau yang terdapat di atmosfir. Kedua, pelapisan koin dapat menggunakan pernis (lacquer), terutama pada spesimen tembaga. Cara kedua merupakan suatu teknik yang berhasil dipergunakan di beberapa museum besar di Inggris.

(Sumber: Buletin PPKMU, Februari 1990)



Selasa, 17 Februari 2009

Kondisi dan Motif Hobi


Pada lazimnya mengumpulkan benda-benda numismatik dalam kondisi yang paling bagus (prima) bagi sebuah koleksi merupakan hal yang diharapkan. Gejala “grading maniac” (kegilaan akan kondisi terbagus) melanda semua kalangan kolektor. Namun hal tersebut tidaklah mutlak mengingat setiap orang akan mempunyai alasan yang berbeda terhadap objek perhatiannya. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan mengumpulkan bisa merupakan kolektor murni, semu, atau di antaranya.

Kondisi sosio-ekonomi dan lain-lain akan menentukan usaha seorang kolektor untuk mengumpulkan yang terbaik. Bagi seorang kolektor murni yang bermotif dasar mengumpulkan benda-benda numismatik dengan kondisi seadanya, akan merupakan pemenuhan kepuasan yang memadai, terkecuali mereka yang mampu dalam hal segi sosio-ekonomi.

Mendapatkan benda-benda numismatik tanpa terlalu mementingkan kondisi fisiknya, merupakan suatu kegembiraan tersendiri. Namun biasanya mereka akan berusaha lebih jauh. Haruslah diperhatikan apakah kemampuannya memungkinkan, dengan kata lain apakah mereka bisa mendapatkan dengan cara semaksimal kondisi ekonomi dan kondisi sosial. Kolektor semu akan sangat selektif dalam segala hal, mengingat nilai tambah (keuntungan berlipat) yang diharapkan di kemudian hari. Kolektor tipe ini yang berlatar belakang ekonomi kuat akan selalu menomorsatukan kelangkaan dan kondisi terbaik.

Meskipun aksioma mengumpulkan uang-uang lama sebagai hobi para raja/bangsawan, pandangan ini lambat laun berubah pada abad XX. Yang terpenting apakah usaha ini dapat memberikan kepuasan atau kegembiraan tanpa banyak pengorbanan atau dapat memberikan keuntungan.


Objek numismatik Indonesia


Perkembangan tingkat peradaban manusia sangat pesat pada masa kini, sehingga dinamika numismatik pun mengikuti lajunya perkembangan tersebut. Ruang lingkupnya menjadi luas dengan sendirinya. Objek-objek numismatik Indonesia pun menjadi bertambah sehingga dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  • Uang logam regular dari masa kerajaan Sriwijaya dan Mataram abad VII sampai sekarang.
  • Exonumia (uang tidak resmi) termasuk token dan medali.
  • Heraldik (tanda-tanda pangkat/kebesaran) berupa lencana (badge) dan lambang, terutama dari abad XVII sampai sekarang.
  • Sigilografi, cap-cap/meterai dari masa kerajaan-kerajaan Nusantara abad VII sampai sekarang.
  • Uang primitif (alat tukar) dari masa awal Masehi sampai sekarang, di antaranya lokan, moko/genderang logam, cincin, tulang, biji-bijian, dsb.
  • Notafili (uang kertas dengan berbagai istilah: surat hutang, surat kredit, tanda penerimaan, bon, kupon, dll) dari 1652 sampai sekarang.
  • Skripofili, berbagai jenis alat pembayaran tidak resmi yang berkaitan dengan fungsi dan fisik prototipe uang kertas, termasuk kupon, kartu kredit, saham, obligasi, lotere, dll dari abad XVIII sampai sekarang.
  • Checkophile, cek, surat akseptasi dan sejenisnya dari abad XIX sampai sekarang.
Umumnya objek-objek numismatik tersebut merupakan objek-objek dari disiplin sejarah, arkeologi, dan etnografi.

(Sumber: Alim A. Sumana, Berita PPKMU, No. 2 Juni 1991 dan No. 4 Oktober 1991)



Jumat, 06 Februari 2009

Koleksi Mata Uang sebagai Alat Investasi


Sebagaimana halnya dengan koleksi-koleksi lain seperti prangko, lukisan, keramik, buku kuno, dan barang antik lainnya, koleksi mata uang mempunyai nilai kepuasan tersendiri bagi pemiliknya. Selain itu koleksi mata uang juga dapat dijadikan sebagai alat penyimpan kekayaan atau investasi. Tidak dimungkiri, nilai jual suatu koleksi semakin lama semakin tinggi, khususnya untuk koleksi yang langka. Ini dapat dipahami karena barang-barang tersebut tidak mungkin diproduksi ulang. Bahkan yang masih tersisa pun akan semakin berkurang jumlahnya karena rusak dimakan usia, sobek, terbakar, dan sebagainya. Di pihak lain, para peminat koleksi-koleksi mata uang dari waktu ke waktu semakin bertambah.

Tentunya sebagai kolektor kita perlu melestarikan koleksi-koleksi itu dengan baik. Prinsipnya kita harus mampu melaksanakan pemeliharaan dan penyimpanan yang baik agar koleksi-koleksi tersebut dapat diwariskan dalam kondisi yang baik kepada anak cucu kita.

Memang suatu dilema akan terjadi kalau ahli waris dari si pemilik koleksi tidak mengerti akan arti dan nilai barang-barang tersebut. Bahkan mungkin saja tidak menyukainya. Nah di sinilah perlunya dibuat catatan oleh si pemilik atau penggemar koleksi tersebut mengenai kondisi, tahun, kalau mungkin riwayatnya dan tentu perkiraan harganya. Manfaatnya adalah apabila ahli warisnya bermaksud menjual koleksi tersebut, tidak dijual dengan harga terlalu murah ataupun terlalu mahal. Yang penting sesuai dengan standar harga pasaran.

Dari pengamatan penulis mengikuti perkembangan harga mata uang kuno yang langka, khususnya uang-uang yang pernah beredar di Indonesia, dalam waktu sepuluh terakhir ini baik pada arisan (lelangan) PPKMU ataupun pasaran dengan standar harga di Jakarta, terdapat kecenderungan harga yang semakin meningkat drastis. Misalnya uang kertas Seri J.P. Coen 200 G pada 1984 berharga Rp 75.000. Namun pada 1994 melonjak menjadi Rp 300.000. Kemudian uang kertas Seri Wayang 200 G dari Rp 250.000 (1984) menjadi Rp 800.000 (1994).

Begitu pula dengan uang-uang darurat (uang daerah) pada masa revolusi, seperti Asahan, Labuan Batu, Labuan Bilik, Karo, Pagar Alam, Bojonegoro, Kediri, Magelang, dan sebagainya, kini nilainya sudah tidak ada patokan lagi. Uang-uang tersebut sudah sangat langka.

Sekarang kita bandingkan dengan nilai dollar AS dan harga emas selama kurun waktu sepuluh tahun. Pada 1984 kurs satu dollar AS dan harga satu gram emas 24 karat adalah Rp 1.030 dan Rp 11.550. Pada 1994 meningkat menjadi Rp 2.150 dan Rp 27.000.

Di sini kelihatan bahwa dalam periode yang sama kenaikan nilai dollar kira-kira dua kali lipat dan emas sekitar 2,3 kali lipat, sementara mata uang kuno berkisar tiga sampai sepuluh kali lipat. Kenyataan tersebut tentu merupakan cambuk bagi kolektor mata uang untuk terus meningkatkan kaulitas dan kuantitas koleksi. Demikian juga terus meningkatkan pengetahuan di bidang numismatik.

(Sumber: Kornel Karwenda, Berita PPKMU, Oktober 1994)

Jumat, 30 Januari 2009

Cara-cara Perawatan Uang Kertas


Seorang kolektor uang kertas sering kali mengalami kesulitan untuk merawat koleksi yang ada. Biasanya temperatur dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap kondisi uang kertas. Dengan demikian, kalau temperatur dan kelembaban bagus, maka uang kertas bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, kalau temperatur dan kelembaban jelek, maka koleksi uang kertas harus sering diangin-angin.

Dalam banyak hal, kalau temperatur dan kelembaban bagus, maka perlindungan yang cermat dan baik untuk menghindari pengaruh lingkungan, tidak begitu diperlukan. Yang penting adalah menghindari sinar matahari secara langsung karena sinar tersebut dapat menyebabkan perubahan warna kertas. Misalnya menjadi kecoklat-coklatan atau pucat, tergantung dari kualitas uang kertasnya.

Biasanya uang kertas tampil di tangan kolektor dengan bermacam kondisi dan keadaan. Meskipun diutamakan pada kebersihan dan keutuhan lembarannya, nyatanya keadaan demikian tidak selalu memungkinkan. Uang kertas yang kotor keadaannya dan dalam lekukan lipatannya, tentu akan merusak penampilan dan mengotori koleksi secara keseluruhan.

Cara mengatasi lipatan yang kasar adalah dengan menyetrika lembaran uang kertas tersebut. Spesimen sebaiknya diletakkan di antara dua lembar kertas tebal (karton), lalu disetrika dengan panas sedang. Apabila terlalu panas dikhawatirkan akan dapat merusak tinta dan apabila disetrika secara langsung akan mengakibatkan kilauan yang artifisial sifatnya pada permukaan kertas.

Untuk menanggulangi uang kertas kotor ada beberapa cara perawatan yang dapat dicoba. Setiap kasus sebaiknya dicoba dengan menggunakan spesimen yang kurang bernilai agar tekniknya dapat kita kuasai. Apabila hasil percobaan tidak memerlihatkan perbaikan, maka dianjurkan untuk tidak membersihkan koleksi tersebut.

Perlu diperhatikan bahwa kertas dan tinta cetak pada uang kertas banyak sekali ragamnya sehingga teknik yang baik untuk tipe uang kertas tertentu mungkin dapat merusak jenis uang kertas yang lain.

Cara membersihkan uang kertas yang paling aman atau yang paling sedikit bahayanya adalah dengan menggunakan roti. Bentuklah bola kecil dari roti putih yang lama (sisa-sisa roti) dan gulungkan di atas uang kertas yang akan dibersihkan. Kemudian ganti dengan gumpalan yang baru apabila gumpalan roti pertama sudah kotor. Jangan menekan terlalu keras karena akan meninggalkan bekas lemak atau minyak di atas kertas sehingga malah mengotori uang kertas tersebut.

Metode lain yang boleh dilakukan adalah dengan menggunakan karet penghapus. Letakkan uang kertas di atas permukaan yang rata dan bersih. Gunakan karet penghapus secara perlahan-lahan dan hati-hati. Mulailah selalu dari bagian tengah ke arah pinggir. Biasanya kita akan selalu tergoda untuk menggosok sepanjang tepi karena di bagian tepi ini kotoran tampak lebih jelas. Perlu diingat, cara demikian dapat dengan mudah merobek uang kertas tersebut. Karena itu di bagian ini kita harus hati-hati sekali.

Metode membersihkan uang kertas yang kontroversial adalah dengan cara mencucinya. Uang kertas dimasukkan ke dalam air sabun yang hangat, dikeringkan kemudian diletakkan di antara kertas yang bersih di dalam buku yang tebal. Untuk uang yang dicetak pada zaman modern, cara-cara demikian sering berhasil dengan memuaskan.

Ada berbagai pendapat yang menyatakan bahwa cara ini dapat mengurangi nilai uang kertas. Keputusan akhir dikembalikan kepada kebijakan kolektor sendiri untuk menentukan cara membersihkan uang kertas yang baik berdasarkan percobaan yang telah dilakukannya.


Noda tinta

Beberapa kolektor pasti memiliki koleksi uang kertas yang dikotori noda-noda tinta. Sayang sekali mereka belum tahu bagaimana cara untuk membersihkannya. Semua cairan pelarut yang tepat akan mempengaruhi baik tulisan maupun gambar pada uang kertas atau kertasnya sendiri. Noda-noda tinta dapat dihilangkan sedikit, misalnya dengan mencelupkan uang kertas tersebut ke dalam air biasa.

Namun beberapa macam tinta meninggalkan bekas coreng dan jenis lainnya tahan terhadap air. Kadang-kadang dijumpai pula noda-noda lemak. Keadaan yang terakhir ini dapat dibersihkan dengan cairan pelarut yang tepat seperti karbon-tetrakhlorida yang dapat diperoleh dari toko bahan kimia.

Sebaiknya seorang kolektor memeriksa koleksi uang kertasnya dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda awal kerusakan. Ada desas-desus bahwa PVC dan lembaran plastik seluloid tidak cocok untuk menyimpan uang kertas. Meskipun bukti-bukti yang meyakinkan terhadap akibat-akibat ini belum banyak terlihat, tampaknya “acetate sheeting” merupakan media yang aman. Mengingat zat-zat kimia yang terdapat dalam bahan plastik sangat rumit, maka dengan pengecekan yang teratur kita dapat menghindari tragedi yang paling pokok (ultimate tragedy) pada koleksi uang kertas.***

(Sumber: Berita PPKMU, Desember 1989)

Kamis, 01 Januari 2009

Perlu Diketahui Numismatis Pemula


Oleh: DJULIANTO SUSANTIO



Koleksi yang baik


Koleksi yang baik terletak pada kelengkapannya. Semakin lengkap suatu seri mata uang, maka semakin berkualitas suatu koleksi. Namun perlu diingat, untuk melengkapi materi agak sulit. Jangankan para pemula, kolektor senior pun sering merasakan hal ini. Yang dimaksud kelengkapan adalah nomor seri, keaslian, kondisi barang, dan variasi tahun penerbitan.


Koleksi yang mahal

Koleksi yang mahal umumnya dilihat dari kelangkaannya. Tidak semua uang kuno berharga mahal. Mahal murahnya sebuah koleksi juga dilihat dari jumlah uang yang pernah beredar. Semakin sedikit yang diedarkan, berarti semakin sulit orang mendapatkannya. Maka, harga yang ditawarkan relatif tinggi.


Koleksi yang unik dan langka

Banyak faktor yang menyebabkan suatu koleksi dianggap unik dan langka. Pertama, nomor serinya: diawali atau diakhiri lima angka nol (misalnya 000001 atau 100000), berurutan menaik dan menurun (misalnya 123456 atau 765432), angka yang sama (misalnya 111111 atau 333333), dan mengandung makna tertentu (misalnya 170845/proklamasi kemerdekaan atau 040894/hari kelahiran).

Kedua, huruf awalnya mengandung makna, misalnya JFK (John F. Kennedy/mantan Presiden AS), PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), dan ABC (nama produk). Ketiga, waktu edarnya singkat, misalnya ketika baru dipakai bertransaksi beberapa hari, tiba-tiba ditarik dari peredaran karena masalah politik. Keempat, uang tidak sempurna (cacad) yang di kalangan numismatis dikenal sebagai miscut dan misprint. Misalnya salah potong, hanya tercetak pada satu sisi, tinta meluber, dan huruf kurang jelas.


Koleksi palsu

Uang kertas palsu biasanya tidak mempunyai tanda air (
water mark) dan benang pengaman. Bila disinari lampu ultra violet, tidak memancarkan sinar keunguan. Uang logam lebih sulit dideteksi. Cara tradisional adalah mengujinya dengan menjatuhkan uang itu ke lantai. Bila bunyinya kurang nyaring, itu pertanda palsu. Cara lain adalah melihat detil uang dengan kaca pembesar. Bila pembuatannya kasar dan tidak rapi, maka disinyalir bahwa koleksi itu palsu. Umumnya uang kuno dipalsukan dengan cara mengubah angka tahun, misalnya dari 1827 menjadi 1627 (angka 8 diubah menjadi 6). Pedagang barang antik sering menguji barang emas dan perak dengan cairan kimia.


Uang palsu dan nilai numismatisnya

Di tangan numismatis uang palsu tetap berharga. Beberapa jenis tertentu dari uang-uang yang dipalsukan bahkan menjadi lebih berharga daripada uang aslinya dan patut diketahui karena latar belakang sejarah yang penting, terutama segi moneter, ekonomi, dan politik. Uang palsu yang ditemukan di Indonesia merupakan bahan yang baik untuk studi perbandingan.

Di zaman revolusi uang palsu menjadi alat yang ampuh dalam perang urat syaraf antara dua pihak yang bersengketa. Kini sebagian uang palsu sulit didapatkan lagi.

Di zaman sekarang, pemalsuan uang lebih bermotif ekonomi. Artinya ingin mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara mengedarkannya ke masyarakat kecil.***
(2001)

Selasa, 09 Desember 2008

Variasi dalam Numismatik


Oleh: Djulianto Susantio

Numismatis, di Jakarta

Berkoleksi numismatik, terlebih mata uang, sering kali memiliki banyak kendala. Selain dana harus mencukupi, ke mana atau di mana mencari koleksi, juga merupakan salah satu masalah. Namun kendala terbesar yang umumnya dihadapi para numismatis adalah bagaimana memperoleh suatu perbendaharaan koleksi agar menjadi lengkap.

Kendala itu disebabkan sejak lama produk numismatik Indonesia tidak pernah diterbitkan setiap tahun. Karenanya, koleksi para numismatis lebih bersifat statis atau sulit bertambah. Salah satu akibatnya antara lain para numismatis sulit bersaing dengan para filatelis.

Bila dicermati, dalam lima tahun terakhir saja, pemerintah sudah puluhan kali mengeluarkan prangko baru, termasuk benda-benda pos lainnya. Sebaliknya, peredaran uang baru belum mencapai lima kali. Karena penerbitan uang baru relatif jarang, maka perkembangan numismatik Indonesia begitu lambat. Malah pernah terjadi kekosongan penerbitan mata uang selama tujuh tahun, yakni selama periode 1968-1975.

Namun karena kestatisan itu, muncul kedinamisan. Banyak numismatis kemudian berusaha mencari hal-hal baru dari koleksi-koleksi yang pernah ada. Dari penelusuran sejumlah numismatis teramati bahwa mata-mata uang yang pernah beredar di Indonesia sejak prakemerdekaan hingga pascakemerdekaan, memiliki berbagai keunikan atau variasi. Model-model seperti itulah yang secara perlahan tapi pasti, mulai digeluti para numismatis.


Variasi

Variasi dalam numismatik diistilahkan sebagai penyimpangan atau perubahan yang terjadi pada mata uang. Berbagai variasi yang dikenal dapat berupa gambar, tanda tangan, ukuran, warna, bahan, ketebalan, nama percetakan, tahun pencetakan, dan lain-lain. Variasi dalam numismatik bisa terdiri atas satu hal, bisa pula lebih dari satu hal.

Sepanjang peredaran mata uang di Indonesia, variasi tanda tangan paling banyak dijumpai pada uang kertas 5 Gulden Seri Wayang. Pada emisi itu terdapat tiga perbedaan tanda tangan, yaitu oleh Praasterink-B. Wichers (1934-1937), J.C. van Waveren-B. Wichers (1937-1939), dan R.E. Smits-B. Wichers (1939). Di antara ketiganya, yang bertanda tangan Smits dan Wichers lebih sulit dicari karena masa edarnya hanya setahun. Otomatis, harga jualnya pun lebih tinggi daripada kedua jenis lainnya.

Pada uang NICA (uang merah) 1943 pecahan 25 Gulden teridentifikasi adanya tiga perbedaan nomor seri, yakni 2 huruf 5 angka, 2 huruf 5 angka 1 huruf, dan 2 huruf 6 angka. Meskipun begitu, harga jualnya relatif seimbang.

Pada Uang Federal 1948 pecahan 1 Gulden terdapat lima perbedaan nomor seri, yaitu 1 huruf kecil 1 angka kecil, 1 huruf kecil 2 angka kecil, 2 huruf sedang 1 angka sedang, 2 huruf sedang 2 angka sedang, dan 1 huruf besar 2 angka besar. Koleksi ini pun tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap harga jualnya.

Pada uang RI dan BI (Bank Indonesia), perbedaan banyak ditemukan pada cetakan tahun 1945 hingga 1960. Pada seri ORI I 1945 variasi perbedaan terlihat pada pecahan 10 sen (warna dan ukuran), Rp 5 (nomor seri), dan Rp 10 (nomor seri).

Pada seri Kebudayaan (1952) perbedaan tampak pada pecahan Rp 10 dan Rp 25. Keduanya dicetak pada Pertjetakan Kebajoran (Perkeba) dan Johan Enschede en Zonen.

Pada seri Sukubangsa Rp 1 dan Rp 2,50 terdapat dua perbedaan emisi, yakni emisi 1954 dengan penanda tangan Dr. Ong Eng Die dan emisi 1956 dengan penanda tangan Mr. Jusuf Wibisono.

Koleksi yang banyak memiliki variasi terdapat pada seri Pekerja Tangan (1958). Khususnya pada uang bernominal Rp 1000 (berwarna violet dan merah coklat) dan Rp 5.000 (coklat dan ungu). Yang unik, nominal Rp 25 dan Rp 50, diterbitkan lagi pada 1964 dengan tambahan stempel Garuda.

Seri Soekarno (1960) dianggap paling lengkap macam perbedaannya. Karena itu sejumlah koleksinya banyak diburu numismatis. Variasi yang teridentifikasi berupa nama perusahaan pencetak (Perkeba dan Thomas de la Rue), nomor seri (satu hingga tiga huruf), dan tanda air atau watermark (Soekarno, Banteng, Garuda). Bahkan sama-sama tanda air Soekarno juga terdapat perbedaan berupa profil Soekarno (gemuk dan lebih kurus).

Pada 1964 pemerintah menerbitkan seri Pekerja Tangan III. Variasinya terdapat pada pecahan Rp 100 (warna merah dan biru) dan Rp 10.000 (merah, hijau, dan hijau berstempel Garuda).

Selanjutnya variasi dijumpai pada seri Soedirman (1968) Rp 5.000 dan Rp 10.000 (dua macam nomor seri) serta emisi 1977 Rp 500 (warna kertas putih dan kekuningan).


Koin

Berbeda dengan uang kertas, koleksi uang logam atau koin relatif tidak mengalami perubahan. Mungkin karena warnanya yang monoton dan ukurannya yang kecil, maka kita tidak memperhatikannya begitu detil. Padahal jika diamati dengan seksama, di bawah lambang Burung Garuda selalu dicantumkan tahun pencetakan. Variasi pada uang logam mulai teramati sejak 1991.

Variasi tahun pencetakan terdapat pada uang logam pecahan Rp 25, Rp 50, Rp 100, Rp 500, dan Rp 1000. Sedangkan variasi tahun pencetakan pada uang kertas mulai dikenal pada emisi 1992 nominal Rp 100. Seorang numismatis yang telaten biasanya memiliki satu jenis uang (bernominal sama) yang terdiri atas bermacam-macam tahun pencetakan.

Pada uang kertas tahun pencetakan dicantumkan pada sisi muka bagian kanan bawah. Bunyi tulisannya adalah PERUM PERCETAKAN UANG RI IMP. 1992 pada cetakan perdana (imp. = imprint). Tulisan-tulisan tersebut sangat kecil. Untuk mengamatinya diperlukan bantuan kaca pembesar (Berita Perhimpunan Penggemar Koleksi Mata Uang, 1993 dan 1995).

Adanya berbagai variasi pada mata uang tentu saja sangat menguntungkan dunia numismatik Indonesia. Selain untuk menambah perbendaharaan koleksi, hal demikian juga untuk meningkatkan wawasan pengetahuan para numismatis. Dibandingkan koleksi-koleksi dari mancanegara, variasi yang dijumpai dalam koleksi numismatik Indonesia sangat banyak ragamnya. Karena itu, koleksi-koleksi numismatik Indonesia makin banyak diburu numismatis-numismatis mancanegara.***

Rabu, 15 Oktober 2008

Perlengkapan Numismatik: Album dan Kaca Pembesar


Oleh: Djulianto Susantio

Perlengkapan utama kegiatan numismatik adalah album dan kaca pembesar. Album diperlukan untuk menjaga keutuhan koleksi. Koleksi yang dimasukkan ke dalam album akan memberikan nilai estetika bagi yang melihatnya.



Album

Sesuai jenisnya, mata uang membutuhkan album yang berbeda, yaitu untuk uang kertas dan uang logam. Tiap-tiap jenis album mempunyai bentuk, ukuran, dan ketebalan yang berbeda. Umumnya, lembaran album terbuat dari plastik atau bahan transparan. Ini mengingat mata uang terdiri atas dua sisi, sehingga harus dipandang dari dua arah. Di antara lembaran plastik tersebut sebaiknya disisipkan kertas/karton hitam atau yang berwarna gelap untuk memperoleh kekontrasan.

Album mata uang ada yang bersifat statis, ada pula yang dinamis. Album statis lembarannya tidak bisa ditambah atau dikurangi karena sudah dijilid seperti buku. Sementara itu, album dinamis lembarannya bisa dicopot-copot sesuai keinginan kita. Bila semua lembaran sudah terisi dan kita masih membutuhkannya, kita cukup membeli lembarannya saja. Usahakan isi album dinamis tidak terlalu padat. Misalkan kapasitas maksimum setiap album adalah 50 lembar, maka kita cukup mengisinya paling banyak 45 lembar.

Sementara itu, album uang logam juga memiliki aneka bentuk, jenis dan ukuran. Untuk kepraktisan, kita bisa menggunakan album kecil yang tiap lembarnya hanya memuat sebuah koin. Album seperti ini mudah dimasukkan ke dalam saku, tetapi kapasitasnya sangat sedikit.

Album yang umum terdiri atas enam lembar. Tiap lembarnya mampu memuat 12-20 koleksi. Beberapa koin harus ditempatkan ke dalam karton khusus yang berlubang di tengahnya. Besar-kecilnya lubang tergantung besar-kecilnya koin. Karton seperti ini banyak dijual di toko numismatik. Jika sudah tertata rapi, baru dimasukkan ke dalam album.

Album yang realtif bagus berbentuk lubang-lubang berlapis beludru. Ada pula yang berbentuk lemari kabinet. Biasanya numismatis profesionallah yang menggunakan album ini. Harganya mahal karena harus diimpor.



Kaca Pembesar

Kaca pembesar digunakan untuk melihat keanehan atau keisitmewaan pada sebuah koleksi. Umumnya kaca pembesar diperlukan untuk mengamati asli-tidaknya sebuah koin kuno. Misalnya untuk memperhatikan angka yang tertera berikut garis-garis detail di sekeliling lingkaran. Berdasarkan pengalaman, pemalsuan sering terjadi dengan mengubah angka tahun, dari angka muda menjadi seolah-olah tua. Contohnya, dari angka tahun 1781 disulap menjadi 1681, dengan harapan harga jualnya kian tinggi.

Di lingkungan numismatik, kaca pembesar yang digunakan memiliki berbagai bentuk, ukuran, dan warna.

Dibanding album, keberadaan kaca pembesar tidak begitu mutlak. Banyak detail pada uang kertas dan koin masih bisa diamati dengan mata telanjang.


Selasa, 30 September 2008

Manfaat Berkoleksi Numismatik


Oleh: DJULIANTO SUSANTIO

Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan menggeluti dunia numismatik (koleksi mata uang bersejarah). Mulai manfaat secara psikologis sampai ke keuntungan finansial. Menarik?

Apa saja sih manfaat hobi unik satu ini? Pertama, untuk mengisi waktu senggang (rekreasi). Dengan memilih, mengatur, dan menyusun koleksi ke dalam album, maka waktu luang tidak terbuang sia-sia.

Kedua, untuk melatih kedisiplinan dan ketekunan. Memilih, mengatur, dan menyusun koleksi tidak boleh dilakukan sembarangan. Semakin disiplin dan tekun, semakin mantap seorang numismatis dalam berkoleksi.

Ketiga, untuk meningkatkan pengetahuan (edukasi). Banyak numismatis menganggap mata uang adalah sumber informasi berharga untuk melihat gambar/peristiwa yang tersirat pada koleksi.

Keempat, untuk menjalin persahabatan (komunikasi). Sering kali seorang numismatis memperoleh koleksi dengan cara tukar-menukar dengan atau hadiah dari sahabat pena melalui kegiatan korespondensi.

Kelima, untuk mendatangkan gagasan (inspirasi). Melalui gambar yang menawan, misalnya, seorang penulis atau pelukis bisa menghasilkan karya yang bermutu.

Keenam, untuk memperoleh keuntungan finansial atau materi (ekonomi). Untuk jangka waktu ke depan bisa jadi mata uang yang kita simpan akan melambung tinggi harganya.

Sebagai investasi

Manfaat-manfaat di atas akan terpenuhi jika kita mempunyai koleksi yang baik. Koleksi numismatik yang baik terletak pada kelengkapan, keaslian, dan kondisi benda tersebut. Semakin lengkap suatu seri mata uang, maka koleksi semakin berkualitas. Apalagi bila benar-benar asli dan kondisinya sangat bagus.

Namun, melengkapi materi tersebut tidak terkira sulitnya. Jangankan numismatis yunior, para seniornya pun merasakan kendala tersebut. Tak terkecuali mereka yang benar-benar berkocek tebal. Biar bagaimanapun, itulah seninya berkoleksi, sulit namun mempunyai nilai tambah.

Sebagai benda investasi yang akan memberikan keuntungan berlipat merupakan manfaat yang paling banyak diharapkan para numismatis. Apalagi bagi mereka yang berkoleksi sebagai kolektor merangkap pedagang, dealer atau investor.

Kalau benar-benar numismatis murni, manfaat ekonomi tidak begitu dipedulikan. Seorang numismatis merasa cukup kalau sudah memiliki sebuah koleksi dari jenis koleksi dan seri yang berbeda. Kelebihan koleksi baru dijual untuk membeli koleksi-koleksi lain yang belum dimilikinya.

Berapa keuntungan yang bakal diraih dengan menyimpan mata uang Indonesia? Mengukur nilai dan harga uang lama Indonesia, tidak semudah seperti menentukan nilai atau harga yang baru beredar di masyarakat. Pada uang baru jelas tertera nlai nominalnya.

Keadaan ini sangat berbeda bila suatu mata uang berfungsi sebagai benda koleksi di dunia numismatik. Harga yang ditawarkan pedagang akan lebih tinggi dari nilai nominalnya. Misalnya uang kertas bergambar R A Kartini (Rp 10.000/1985), saat ini dalam kondisi Unc/unicirculated (sangat bagus) berharga kira-kira Rp 30.000. Agar tidak terjerumus, kita bisa melihatnya di buku-buku katalog mata uang yang saat ini banyak dijumpai di pasaran.

Di pasaran internasional sendiri harga penawaran mata uang indonesia menunjukkan kecenderungan yang menggembirakan. Harga koleksi-koleksi tersebut mengalami kenaikan cukup berarti dari tahun ke tahun, meskipun tidak terlampau tinggi. Yang berharga paling "aduhai" adalah beberapa mata uang darurat daerah URIPS/ORIPS (Uang/Oeang Republik Indonesia Propinsi Sumatera).

Uang-uang lainnya ada juga yang berharga mahal, terutama yang tergolong unik dan langka. Koleksi numismatik bisa merupakan "tabungan hari depan" karena harganya yang tidak pernah turun.

Nomor cantik

Nomor-nomor cantik, unik, dan istimewa, juga dikenal dalam koleksi mata uang kertas. Hal-hal seperti ini mulai mendapat perhatian para numismatis sejak beberapa tahun yang lalu. Ini karena koleksi mata uang relatif bersifat statis, dalam arti mata uang tidak terbit sepanjang tahun seperti halnya prangko. Maka untuk memperoleh sesuatu yang baru pada koleksi mata uang sekaligus menambah perbendaharaan koleksi, megumpulkan uang kertas yang bernomor seri menarik merupakan pilihan utama. Nomor seri tersebut terdapat pada uang yang masih beredar atau yang sudah tidak beredar lagi.

Di AS dunia numismatik sudah begitu maju. Maka para kolektor sering memburu uang-uang dollar bernomor seri istimewa sejak lama. Mereka berani membeli koleksi tersebut dengan harga tinggi. Di Indonesia uang-uang rupiah demikian berharga beberapa kali lipat dari nominalnya, tergantung bagaimana kondisi dan keistimewaan uang tersebut.

Sekadar gambaran, uang kertas Rp 100 yang masih berlaku dan bernomor seri 000001 ditawarkan seharga Rp 10.000 per lembar. Uang kertas Rp 1.000 yang juga masih berlaku dan bernomor seri 123456 ditawarkan Rp 40.000 per lembar. Harga akan semakin meningkat bila uang kertas tersebut sudah tidak beredar lagi di pasaran.

Enam digit

Nomor seri uang rupiah biasanya terdiri atas tiga huruf di- ikuti enam angka (digit). Letaknya di bagian kiri bawah (berwarna hitam) dan kanan atas (berwarna merah) di sisi belakang sebuah koleksi. Nomor-nomor khusus yang di koleksi para numismatis pada garis besarnya terbagi dalam enam kategori.

Pertama, deretan angka yang sama, misalnya 111111, 222222, dan seterusnya. Semua nomor kembar enam dianggap istimewa. Kedua, deretan angka pertama, misalnya 000001, 000002, dan seterusnya. Dari angka-angka ini yang dianggap paling istimewa adalah 000001.

Ketiga, sebuah angka yang diikuti deret angka 0, misalnya 100000, 200000, dan seterusnya. Semua angka dianggap istimewa. Keempat, deretan angka yang berurutan, baik meninggi maupun menurun, misalnya 123456, 876543, dan seterusnya. Semua angka juga dianggap istimewa.

Kelima, deretan angka yang mengingatkan kita pada peristiwa tertentu, misalnya 170845 (hari proklamasi kemerdekaan), 281028 (hari sumpah pemuda), hari kelahiran kita, dan seterusnya. Semua angka dipandang menarik, walaupun tidak terlalu istimewa.

Keenam, deretan angka yang dianggap menarik bagi tiap individu, misalnya 101010, 200002, dan seterusnya. Angka- angka ini pun dipandang tidak terlalu istimewa.

Selain itu, para numismatis juga sering memperhatikan deretan huruf di muka nomor seri. Deretan tiga huruf ini bisa di tafsirkan sebuah singkatan kata-kata, tergantung dari imajinasi kita. Kata-kata itu biasanya populer di masyarakat. Contohnya ABG… (Anak Baru Gede), PBB… (Perserikatan Bangsa-Bangsa), JFK… (John F Kennedy), dan seterusnya. Singkatan itu bisa pula nama diri kita atau keluarga kita.

Kita kan sangat beruntung bila mempunyai koleksi yang berhuruf sekaligus bernomor seri unik, misalnya HPK170845. Singkatan ini bisa di imajinasikan hari Proklamasi Kemerdekaan 17-08-45.

Di Jakarta tidak terlalu sulit untuk mencari koleksi seperti ini. Beberapa toko atau kios numismatik/filateli sering menjual koleksi bernomor cantik. Sejumlah numismatik terkadang melepas koleksinya yang didobel untuk ditukar dengan koleksi lain yang belum dimilikinya.

Bentuk-bentuk koin

Jadi numismatik hanya berkisar soal koleksi uang kertas? Ya tidaklah. Hobi ini tentu termasuk mengoleksi uang dalam bentuk koin.

Umumnya uang logam (koin) yang kita kenal sekarang berbentuk lingkaran. Namun, sesungguhnya koin memiliki aneka ragam dan bentuk. Bentuk yang mula-mula adalah bentuk yang tidak beraturan. "Koin" seperti ini dikenal pada masa pra- sejarah hingga awal peradaban manusia, namun tidak melulu terbuat dari logam. Bahan-bahan yang relatif tahan lama dan sukar diperoleh, kemudian dijadikan semacam alat tukar. Uang primitif ini antara lain terbuat dari batu, logam, kulit hewan, tulang hewan, gigi hewan, cangkang kerang, dan kacang-kacangan.

Pada zaman purba, bentuk dan ketebalan koin tidak penting. Di banyak negara koin berbentuk "aneh" menjadi perhatian para numismatis.

Terus berkembang

Zaman terus berkembang, koin pun memiliki ukuran standar. Setelah itu tercipta berbagai bentuk geometri. Namun bentuk mana yang muncul paling awal, masih menjadi bahan penelitian para pakar.

Di sejumlah negara banyak ditemukan koin berbentuk persegi atau segi-4. Agar kelihatan tidak kaku, maka pada setiap sudutnya dibuat lekukan. Pada abad ke-16 hingga ke-19, koin berbentuk segi-4 antara lain dikenal di Kekaisaran Moghul (India), Jerman, dan Skandinavia. Pada masa yang lebih modern, koin seperti itu terdapat di Ceylon (Sri Lanka), Burma (Myanmar), Filipina, Banglades, Polandia, dan Kolombia.

Bentuk yang agak unik, berupa segi tiga, dikenal beberapa waktu kemudian. Koin seperti itu tergolong langka karena hanya beberapa negara yang secara resmi pernah mengeluarkannya, antara lain Gabon dan Kepulauan Cook.

Koin yang mempunyai banyak sisi (poligon) dijumpai di berbagai belahan dunia. Diperkirakan yang tertua berasal dari Augsburg (abad ke-18, bersisi-8) Yang lebih muda berasal dari Belize (bersisi-5), Jibouti (bersisi-6), Inggris (bersisi-7), Gibraltar, Kep Falkland, Barbados, dan Tonga (bersisi-8), Afganistan, Kolombia, dan Dominika (bersisi-10), serta Kep Cook, Australia, dan Seychelles (bersisi-12).

Tuna aksara

Bentuk lain adalah koin bergelombang. Jumlah gelombang yang terkandung dalam sisi koin, umumnya berbeda-beda. Di- perkirakan koin bergelombang dikeluarkan untuk mengatasi penduduk yang tuna aksara. Dengan menghitung tonjolan pada sisinya, diharapkan penduduk akan mampu mengenali setiap bentuk koin. Sebagian koin bergelombang dikeluarkan oleh negara-negara Asia dan Afrika, karena memang tingkat tuna aksara banyak terdapat di kedua benua itu.

Hingga kini beberapa negara masih mengeluarkan koin bergelombang, di antaranya Israel, Hongkong, Sri Lanka, dan Kep Cook. Sampai sejauh ini koin bergelombang tertua berasal dari masa Kekaisaran Moghul.

Bentuk lain yang relatif jarang dijumpai adalah lingkaran dengan lubang di bagian tengah. Bentuk lubang juga berupa lingkaran, namun lebih kecil. Negara kita di masa-masa kemerdekaan pernah mengeluarkan koin jenis ini.

Uniknya, beberapa koin memiliki lubang yang agak besar, sehingga bentuk koin terkesan ramping. Malah sejumlah koin memiliki lubang berbentuk segi-4. Ini lain dari kebiasaan umumnya.

Sukar dipastikan mengapa pemerintah suatu negara mengeluarkan koin berlubang. Diduga hal ini untuk mencegah pemalsuan dan penghematan bahan dasar atau mengurangi berat.

Dunia numismatik di Indonesia pada masa modern kelihatan masih monoton. Dari dulu hingga sekarang, bentuk-bentuk koin yang diterbitkan masih berupa lingkaran. Jadi tidak ada perubahan bentuk.

Hal ini berbeda dengan dunia filateli. Pada awalnya bentuk prangko hanya segi-4. Namun karena desakan para filatelis, maka pemerintah pernah menerbitkan prangko berbentuk segi tiga, belah ketupat, segi lima, dan lingkaran.

Sebaiknya, penerbitan koin pun di sesuaikan dengan selera pasar. Para numismatis mengharapkan sekali bentuk koin yang agak berbeda. Mudah-mudahan bisa terlaksana dalam waktu dekat.

DJULIANTO SUSANTIO Numismatis, tinggal di Jakarta

(Pernah dimuat di KOMPAS, Jumat, 3/10/2003)

Numismatik, Untuk Studi dan Investasi


Oleh: DJULIANTO SUSANTIO



Istilah filateli mungkin sudah akrab di telinga kita. Filateli adalah kegiatan mengumpulkan benda-benda pos, terutama prangko. Sebaliknya istilah numismatik boleh jadi masih terasa asing. Istilah itu jarang terdengar atau dibicarakan, meski sebenarnya numismatik pun bukan ”barang” baru.

Numismatik (Latin, numisma = uang logam) adalah pengetahuan atau kegiatan yang berkenaan dengan mata uang. Ahli numismatik disebut numismatis, yang juga diartikan penggemar atau kolektor mata uang. Pada mulanya numismatik hanya berurusan dengan uang logam (koin), karena koin banyak ditemukan di berbagai situs arkeologi.

Dalam perkembangannya, koleksi numismatik menjadi sangat beragam. Saat ini koleksi numismatik mencakup medali, lencana, token (uang perkebunan), uang komemoratif (uang peringatan) dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, seperti cek, wesel, kartu kredit, kupon dan koin untuk permainan ketangkasan/ hiburan/kasino. Kalau prangko merupakan obyek utama filateli, maka mata uang adalah obyek utama numismatik.

Mata uang terbagi atas dua jenis (berdasarkan bahannya), yakni uang kertas dan uang logam. Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Uang kertas dianggap memiliki nilai artistik, estetika, dan ringan sehingga mengundang pesona yang melihatnya. Namun tempat penyimpanan uang kertas relatif besar. Sebaliknya koin berukuran kecil dan mudah dibawa-bawa, misalnya cukup dimasukkan ke dalam saku. Tetapi kalau berjumlah banyak, beratnya bukan main.

Kedua jenis mata uang diklasifikasikan lagi menjadi tiga (berdasarkan fungsinya). Pertama, mata uang yang sudah ditarik dari peredaran dan tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran yang sah. Contohnya, uang ORI (1945), seri Soekarno (1960) dan seri Dwikora atau Sukarelawan (1964).

Kedua, mata uang yang sudah ditarik dari peredaran tetapi masih bisa dipakai bertransaksi terbatas di bank. Contohnya uang bergambar R.A. Kartini Rp 10.000 (1985) dan Teuku Umar Rp 5.000 (1986). Menurut peraturan Bank Indonesia, masa berlakunya suatu mata uang adalah 25 tahun setelah mata uang tersebut dikeluarkan. Dengan demikian uang R.A. Kartini masih berlaku hingga tahun 2010 dan uang Teuku Umar hingga tahun 2011.

Ketiga, mata uang yang masih beredar di masyarakat sehingga masih bisa dipakai bertransaksi secara luas dan bebas. Contohnya, uang bergambar W.R. Supratman Rp 50.000 dan uang bergambar Soekarno-Hatta Rp 100.000.

Motivasi

Mengapa orang berkoleksi, tentu ada motivasi tertentu yang mendasarinya. Umumnya seseorang menggeluti dunia numismatik karena profesi. Karyawan bank, karyawan money changer, kasir, atau bendahara, misalnya, mereka sering berurusan dengan uang. Lama-kelamaan mereka menjadi tertarik dan mulai mengumpulkan berbagai jenis mata uang.

Lingkungan juga bisa mempengaruhi seseorang menjadi numismatis. Misalnya seseorang yang sering berpergian ke luar negeri karena selalu melihat uang asing menjadi tertarik dan coba mengumpulkannya. Lingkungan lain adalah keluarga. Dalam keluarga yang senang mengumpulkan mata uang, ada kalanya anggota lain tertarik dan ikut menjadi numismatis. Melanjutkan kegemaran orang tuanya yang meninggal, juga kerap ditemui di dunia hobi, termasuk numismatik ini.

Hobi mengumpulkan sesuatu juga dapat mendasari seseorang untuk menjadi numismatis. Seorang filatelis sering merangkap menjadi numismatis, bahkan berubah dari filatelis menjadi numismatis. Begitu pula seorang telegris (kolektor kartu telepon). Umumnya seorang filatelis juga seorang numismatis dan telegris. Begitu pun sebaliknya. Yang pasti hingga saat ini, numismatis, filatelis, dan telegris merupakan ”tiga serangkai” yang sulit dipisahkan.

Motivasi dasar sangat penting dalam menjaga kelanggengan seorang numismatis. Makin jelas dan mantap motivasinya, makin tekun seorang numismatis menggeluti bidangnya.

Numismatik, pada dasarnya, mempunyai dua tujuan yaitu untuk studi dan sekadar berkoleksi. Tujuannya menggeluti bidang numismatik tak bisa lepas dari motivasi yang mendasarinya. Umumnya orang menggeluti dunia numismatik karena kesenangan atau kenikmatan yang diperoleh.

Namun sejalan dengan perkembangan numismatik, juga merupakan cabang niaga (bisnis) baru. Artinya, koleksi numismatik mempunyai nilai ekonomi atau investasi yang cenderung meninggi. Karena itu sebagian orang mengharapkan keuntungan finansial dari benda-benda numismatik yang dikumpulkannya.

Pemula

Para remaja atau pemula yang menyenangi dunia numismatik, sebaiknya mengoleksi mata uang terlebih dulu. Tangguhkan keinginan untuk memiliki koleksi lainnya. Saat ini mata uang relatif mudah didapatkan, anatara lain lewat transaksi langsung di toko filateli, toko numismatik, toko buku, toko barang antik dan pedagang loak/kaki lima. Seiring dengan kemajuan teknologi, transaksi lewat internet juga sudah banyak dilakukan orang. Begitu pula pelelangan (nasional dan internasional).

Cara lainnya adalah meminta dari orang-orang tua atau kerabat. Biasanya orang-orang tua, seperti kakek, nenek, paman atau bibi masih menyimpan beberapa lembar atau keping uang lama. Para pemula juga harus mempunyai sahabat pena, karena banyak dari mereka mempunyai hobi sama. Jadi bisa saling bertukar koleksi.

Negara asal mata uang pun harus dipilih secara konsisten. Sebagai orang Indonesia, tentu kita harus mengoleksi mata-mata uang yang pernah beredar di negara sendiri. Dengan begitu, kita ikut berperan melestarikan benda budaya bangsa sendiri.

(Pernah dimuat di SINAR HARAPAN, 2003)

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker