Sebagai kolektor kita dituntut tidak sekadar gemar mengumpulkan koleksi mata uang saja. Kita harus terdorong untuk menggali dan mengupas masalah yang bersangkut paut dengan koleksi. Dengan demikian bukan hanya menjadi hobi belaka bilamana kita mau mengungkap sejarah di balik latar belakangnya. Tentunya akan menambah keasyikan kita dalam mencari mata uang yang baru dalam melengkapi koleksi kita.
Kegemaran mengumpulkan mata-mata uang dari negeri sendiri dapat digolongkan sebagai kepedulian akan sejarah bangsa. Apalagi kita mau menelusuri sejarahnya demi melengkapi apa yang telah kita punya.
Dewasa ini banyak orang “menggosipkan” berbagai jenis mata uang, misalnya heboh uang fantasi 1 juta dollar dan uang Soekarno 1964. Tentunya ada oknum tertentu yang mencari kesempatan dan keuntungan material dengan saling tuding dan bahkan memfitnah.
Sejak lama dunia numismatik Indonesia sudah mengenal mata uang “asli” dan “palsu”. Yang dimaksud “asli” dan “palsu” di sini adalah mata uang yang benar-benar asli dan berlatar belakang sejarah serta mata uang yang sekadar fantasi atau fiktif.
Koleksi mata uang yang asli sudah jelas dicetak dan diterbitkan oleh pemerintah. Dulu uang-uang palsu sengaja dibuat oleh musuh-musuh pemerintah guna menyerang pemerintahan yang sah.
Mata uang palsu buatan zaman dulu dan zaman sekarang
Uang palsu buatan zaman dulu dapat kita kenali ciri-cirinya lewat perbandingan dengan uang yang asli. Uang palsu buatan zaman dulu kentara bedanya dengan uang palsu buatan zaman sekarang.
Karakter uang palsu zaman dulu mempunyai ciri-ciri tertentu dalam pembuatannya. Misalnya uang logam palsu bila berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun memiliki berat dan kepadatan logam yang khas karena dibuat dengan teknologi seadanya. Sedangkan uang logam palsu yang dibuat sekarang dibuat dengan teknologi sekarang. Kalaupun dibuat dengan mencontoh teknologi zaman dulu, akan gampang kentara karena kebekuan logam yang dipanaskan. Seorang pakar mampu mendeteksinya dari contoh bunyi logam atau dengan menggoreskan logamnya.
Sementara itu uang kertas palsu buatan zaman dulu memiliki ciri-ciri seperti warna kertas kecoklatan, tua, dan rapuh dengan baunya yang khas bila telah berusia 40 tahun atau lebih. Begitupun bila kondisi barangnya UNC. Meski keadaan kertasnya kelihatan kuat, sebenarnya rapuh dan patah bila terlipat.
Tulisan dan gambar kering dan telah melekat kuat merasuk ke pori-pori kertas sehingga bila terkena air tidak mudah luntur dan masih kentara cetakannya apabila terendam air dan dikeringkan kembali. Warna kertas yang kecoklatan berubah menjadi bersih bila direndam cukup lama dan kertas tetap rapuh bila sudah kering.
Sedangkan uang palsu yang dibuat zaman sekarang mempunyai ciri-ciri warna kertas kecoklatan tetapi kertasnya menjadi coklat akibat dijemur matahari ataupun diasapi dan kertasnya kokoh bila dilipat-lipat. Hal ini untuk menirukan kondisi uang kertas lama yang seakan-akan asli.
Warna tinta tidak begitu kering dan kurang meresap ke dalam pori-pori sehingga mudah luntur meski terkena setetes air. Bila dicetak dengan cetak sablon akan mudah kentara dari bau dan daya lekatnya kurang kuat. Warnanya pun cerah terkadang mengkilap. Bila menggunakan cetak stensil baunya keras atau tintanya mudah luntur karena belum meresap ke pori-pori. Bila menggunakan mesin offset kertasnya kuat dan warnanya cerah seperti baru.
Uang palsu zaman dulu dibuat dengan cara menjiplak gambar dengan ketelitian tangan lalu kemudian dibuat menjadi klise. Sedangkan uang palsu buatan zaman sekarang kertasnya janggal. Terkadang komposisi tulisan, gambar, dan warna kurang teliti karena dibuat dengan cara fotokopi terlebih dulu, baru dibuat klisenya.
Meneliti keaslian uang kertas daerah
Umumnya uang kertas daerah karena dibuat dalam keadaan darurat, maka kurang memiliki tanda-tanda pengaman yang memadai. Sulit sekali membedakan mana uang asli dan mana uang palsu.
Hanya diketahui proses pembuatan uang daerah relatif sama, yakni media kertas yang digunakan dan teknik mencetaknya. Kita mesti memaklumi, dulu pemerintah daerah masih belum memiliki sarana yang memadai. Konon, karena operasi militer penjajah, lokasi pencetakan uang sering kali harus berpindah tempat bahkan sampai ke hutan.
Hal ini menyebabkan terbatasnya penggunaan bahan. Menurut pengalaman, terdapat kesamaan bahan di antara daerah-daerah yang berdekatan. Misalnya karakter uang darurat daerah Asahan serupa dengan Kuala Leidong. Karakter uang darurat daerah Langsa sama dengan Kutaraja, dsb.
Keunikan ciri-ciri karakter uang kertas darurat sesungguhnya khas dan mudah kentara bila dibandingkan dengan uang palsu. Rata-rata uang darurat memiliki kertas-kertas yang rapuh dan layu. Warna kertas pucat kecoklatan dan berbau meskipun dalam keadaan UNC. Cetakan pada tulisan dan ornamen gambar meresap ke pori-pori kertas terdalam dan tidak mudah luntur bila terkena air, sekalipun dicetak menggunakan tinta air.
(Sumber: Sofyan Sunaryo, Berita PPKMU, Oktober 1996)
Hmmm.. begitu ya Pak ceritanya... btw katalog bapak no. 64 (sesuai yg bapak anjurkan) sepertinya tidak relevan dengan pertanyaan saya sebelumnya, mungkin ada kekeliruan saat bpk memberikan info ke saya via kontak. Saya juga sempat cek no. 46 (kebalikannya) juga sepertinya bukan yg bapak maksud. mohon dikoreksi jika saya keliru.
BalasHapusSalam,