Tampilkan postingan dengan label Uang Palsu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Uang Palsu. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 November 2009

Uang Logam Juga Dipalsukan

Selasa, 27 Oktober 2009

Semarang (ANTARA News) - Bukan saja uang kertas bernominal besar, uang logam pecahan Rp500 juga dipalsukan dan polisi telah menangkap pembuatnya di Semarang, Jawa Tengah.

Menurut Kapolres Semarang Selatan AKBP Nurcholis yang didampingi Kapolsek Gajahmungkur AKP Delly Sanjaya di Semarang Selasa, polisi telah menangkap dua pelaku yakni Nardi Basuki (57) dan Rusbianto (41).

Nardi Basuki yang asal Desa Ngonto, Bandungan, Kabupaten Semarang itu ditangkap di tempat tinggalnya di Jalan Genuk Karanglo RT1 RW 2 dan Rusbianto di Pleburan RT9 RW2 Semarang.

Barang bukti yang berhasil diamankan dari mereka adalah uang logam palsu pecahan Rp500 sebanyak 365 keping yang disimpan dalam dua buah ember dan sejumlah peralatan untuk membuat uang itu.

Nardi Basuki ditangkap petugas reserse kriminal Polsek Gajahmungkur pada Senin (26/10) sekitar pukul 21.30 WIB.

Dari keterangan Nardi kemudian polisi menangkap Rusbianto juga di tempat tinggalnya.

Kepada penyidik, Nardi yang sehari-hari bekerja sebagai penjual bunga di Jalan Kartini Semarang ini mengaku terpaksa membuat dan mengedarkan uang palsu logam pecahan Rp500 karena terdesak kebutuhan sehari-hari.

"Awalnya saya hanya coba-coba dalam membuatnya dan setelah dibelanjakan untuk membeli rokok, uang palsu buatan saya ini tidak ketahuan sehingga saya punya pikiran untuk membuat lebih banyak lagi," katanya.

Nardi kemudian memberitahu Rusbianto tentang pemalsuan uang logam pecahan Rp500 dan minta disedikan bahan baku berupa timah.

Ia membuat uang logam palsu itu di rumahnya menggunakan mesin cetak sederhana yang dipesannya dari bengkel bubut.

Nardi juga mengaku baru sekitar tiga minggu bersama Rusbianto membuat uang logam palsu ini serta baru mengedarkan 13 keping.

Menurut Kapolres, uang logam palsu itu sebenarnya sangat mudah dikenali masyarakat karena hasil cetakannya tidak jelas, terasa kasar, dan tulisannya tidak rapi.

"Kami tidak percaya begitu saja dengan pengakuan sementara kedua tersangka, kami akan terus mengembangkan kasus pemalsuan uang ini karena diduga uang logam palsu sudah banyak yang beredar di masyarakat," ujarnya.

Kapolres menambahkan, kasus ini baru pertama kali terjadi dan mempunyai modus yang unik karena biasanya uang yang dipalsukan berupa uang kertas dengan nominal yang cukup besar.

(Antara)

Kamis, 05 November 2009

Mana Uang Asli dan Mana Uang Palsu?


Pemalsuan uang-uang lama semakin sering terjadi di Indonesia. Jangankan numismatis pemula, numismatis senior pun kadang kala terpedaya.

Pemalsuan banyak dialami oleh ORI. Dalam kurun waktu 1946-1948 pemerintah RI pernah mengeluarkan empat emisi uang kertas ORI. Berbagai keadaan seperti perang dan blokade oleh tentara penjajah, menyebabkan ORI-ORI diproduksi dengan buruk. Karena itu banyak ditemukan koleksi dengan kualitas kertas yang rendah, gambar dan warna membosankan, desain seadanya, dan sebagainya.

Kenyataan bahwa uang ORI berkualitas rendah dibuktikan dengan pemalsuan yang relatif mudah. Dulu, pemalsuan uang merupakan salah satu upaya perang urat syaraf untuk merongrong pemerintahan yang sah. Namun kini pemalsuan merupakan salah satu cara untuk mengeruk keuntungan finansial sebanyak-banyaknya.

Menyadari bahwa pemalsuan merupakan ancaman serius bagi pemerintah, maka otoritas keuangan mencari solusi untuk melawannya. Salah satu caranya adalah menerapkan kode rahasia untuk mengidentifikasi sehingga petugas bisa mengenali uang palsu dengan mudah.

Setelah meneliti selama bertahun-tahun, Rob Huisman, seorang pemerhati uang Netherlands Indies dan ORI/ORIDA dari Belanda, akhirnya berhasil menemukan cara untuk mengidentifikasi uang palsu ORI. Ceritanya dimuat dalam buletin Asosiasi Numismatika Indonesia Jakarta, edisi Februari 2009.

Untuk pembelajaran kita, coba perhatikan kedua uang ORI nominal Rp 400 ini, mana uang asli dan mana uang palsu? (untuk kepraktisan, gambar ini diambil dari uang-kuno.com)




Menurut Huisman, dalam mata uang ini ada penomoran yang terdiri atas 6 angka dan 4 huruf (2 huruf di sisi nomor dan 2 huruf di bagian atas). Uang ini dicetak dengan rentang angka yang berbeda. Setiap rentang memiliki huruf yang unik dan spesifik. Ada 10 huruf berbeda yang berasal dari susunan kata “Ampat Ratus Tebuan”, diambil dari nominal uang ini (Rp 400) dan menggambarkan ladang tebu. Saat huruf ganda (dari kiri ke kanan) disingkirkan dari deskripsi, maka akan tersisa 10 huruf “AMPTRUSEBN”.

Jadi kunci untuk mengetahui asli atau palsunya suatu koleksi adalah memperhatikan nomor seri dan huruf pertama sebagaimana tabel berikut:

Rentang AngkaHuruf Pertama
000001-009999A
010000-019999M
020000-029999P
030000-039999T
040000-049999R
050000-059999U
060000-069999S
070000-079999E
080000-089999B
090000-099999N


Coba perhatikan mata uang berikut:

Mata uang di sebelah atas memiliki nomor seri 079931 ditambah huruf EM dan UL. Dari bagan terlihat bahwa nomor seri demikian akan memiliki huruf pertama E. Jadi ini adalah uang asli.

Sementara mata uang di sebelah bawah memiliki nomor seri 021267 ditambah huruf UL dan NR. Menurut bagan, seharusnya huruf pertama adalah P. Karena tidak cocok, ini merupakan uang palsu.

Diketahui banyak pemalsuan dari uang ini. Biasanya jenis ini memiliki nomor seri yang tidak sesuai dengan tabel di atas. Kebanyakan uang palsu muncul dengan kombinasi BK-NI, EK-MD, MD-FC, UL-FC, dan UL-NR.

Huisman telah memberikan banyak pengetahuan kepada kita. Mudah-mudahan numismatis Indonesia pun tergerak untuk berbagi pengetahuan. (DJULIANTO SUSANTIO)

Jumat, 06 Februari 2009

Pemalsuan Uang Kertas Terparah di Indonesia


Pemalsuan uang merupakan masalah kompleks yang sudah lama dikenal di bumi Nusantara. Peningkatan pemalsuan mulai nampak pada awal abad XIX. Pada masa ini beberapa jenis uang kertas Hindia Belanda mulai dipalsukan. Dengan demikian ancaman hukuman dirasakan perlu pada uang kertas Bank keluaran paruh ke-2 abad XIX.

Beberapa dekade sebelumnya pemalsuan uang logam Hindia Belanda sudah mencapai puncaknya. Namun dengan teknik pencetakan yang lebih baik, upaya pemalsuan dapat diperkecil. Boleh dibilang pemalsuan pada pertengahan abad XIX itu hampir tidak berarti.

Periode awal kemerdekaan RI ditandai dengan ketidaksiapan di berbagai sektor. Masalah keuangan tidak lepas dari pengaruh ketegangan situasi politik. Dualisme peredaran uang kertas Republik (uang putih, ORI) dengan uang kertas Belanda (uang merah) sudah merupakan penyebab puncak ketegangan antara kedua pihak. Ditambah lagi dengan peredaran uang kertas palsu Belanda dan Republik Indonesia.

Mutu kertas dan cetakan yang kurang memadai terutama segi pengamanannya yang ada pada uang kertas darurat RI pusat maupun lokal inilah yang mengundang seringnya pemalsuan. Ini banyak terjadi pada uang RI (ORI) meskipun bersifat kumulatif dan sporadis. Emisi ORI ke-2 dan ke-3 (1-1-1947 dan 26-7-1947) terutama nilai Rp 25 dan Rp 100, tercatat paling banyak dipalsukan sehingga kita tidak sukar untuk mendapatkannya. Bahkan dapat dikatakan sebagian besar dikumpulkan oleh para kolektor tanpa disadarinya. Pada uang palsu ORI Rp 25 terdapat 10 macam lebih variasi cetakan, warna, kertas, dan rekaan yang tersebar luas dan merata sebagai salah satu produk raja pemalsu YWP.

Uang-uang palsu ini menambah kekacauan perekonomian Indonesia di masa perjuangan fisik sehingga nilainya merosot terus. Ciri-ciri utama yang bisa dikenali adalah uang ini tanpa nomor seri, tanpa pengaman, dan nilai nominalnya relatif besar. Ternyata pengeluaran uang baru emisi ke-4 (23-8-1948) dan seterusnya tidak dapat memecahkan masalah keuangan yang semakin memrihatinkan masa itu.

(Sumber: Alim A. Sumana, Berita PPKMU, Oktober 1992)

Kamis, 05 Februari 2009

Pemalsuan Uang Kertas yang Membuat Sejarah


Bagi kalangan numismatis, pemalsuan apapun bentuk dan rupanya, sangat dibenci dan ditentang habis. Namun hingga kini pemalsuan benda-benda numismatik tetap berlangsung, baik yang masih beredar maupun yang tidak beredar lagi. Khusus uang yang tidak beredar lagi, biasanya pemalsuan dilakukan terhadap uang-uang lama atau sangat kuno yang langka. Soalnya adalah benda-benda ini memiliki harga yang menggiurkan di pasaran. Para peminatnya antara lain kalangan wisatawan mancanegara.

Umumnya modus utama pemalsuan koin adalah mengganti tahun yang tertera menjadi lebih tua, misalnya dari 1897 menjadi 1697. Cairan kimia banyak digunakan untuk hal ini.

Sebenarnya, pemalsuan uang bukan hanya terjadi pada abad ke-20 saja. Pemalsuan uang sudah lama terjadi di berbagai belahan dunia dengan bermacam-macam motif. Jangan heran, sejak awal penerbitan uang kertas selalu diembel-embeli dengan sanksi hukuman penjara. Uang kertas Cina yang diterbitkan dalam masa kekuasaan Hung Wu (1368-1398) memuat ketentuan: Barang siapa memalsu atau mengedarkan uang palsu, dikenakan hukuman.

Uniknya, sepanjang sejarah peperangan dikenal pemalsuan “resmi”. Ini terjadi dalam Perang Dunia II. Ketika itu valuta Inggris dijatuhkan oleh uang kertas pound palsu. Penyebabnya adalah pemerintah Nazi mencetak uang kertas tiruan 5, 10, 20, 50, 100, 500, dan 1000 pound. Dari nominal sekitar 140 miliar pound uang palsu itu, pada akhir peperangan sebagian besar dibuang di teluk Toplitz.

Jauh sebelum kejadian di atas Napoleon mempunyai gagasan untuk memorakporandakan valuta negara-negara musuhnya dengan pemalsuan uang. Yang terkenal di kalangan kolektor adalah Wiener Stadtbancozettel dengan kertas berwarna hijau muda. Ploot cetaknya dibuat di sebuah percetakan di Paris.

Sementara pada waktu pendudukan kota Wina pada 1805, Napoleon memerintahkan pembuatan salinan di percetakan uang Wina. Namun kemudian Napoleon menikahi putri mahkota Marie-Luise sehingga rencana untuk merongrong keuangan Austria dapat dihindari.

Peristiwa lain mengenai pemalsuan uang kertas secara “resmi” terjadi pada Perang Dunia I di Ungarn (sekarang Hongaria). Kali ini gagasannya datang dari Jerman, yang mengipas para raja Windischgratz dengan persetujuan pemerintah Ungarn, buat memalsukan mata uang Franc Perancis. Tetapi rencana itu gagal karena uang pertama 1000 Franc kualitasnya sangat jelek sehingga menimbulkan kegemparan dalam masyarakat.

Pemalsuan uang bertujuan merusak perekonomian dan keuangan, juga untuk mendapatkan pengaruh politik yang lebih besar. Uni Soviet pada 1919 memalsukan uang kertas dari negara Baltik Lettland (Lithuania). Namun pemalsuannya bisa dengan mudah dikenal karena ditandai dengan kualitas yang menyolok.

Selain mata uang biasa, ada sejumlah mata uang dilengkapi stempel. Kali ini malah stempelnya yang dipalsukan. Contohnya adalah uang-uang kertas negara Osteuryk – Hongaria. Ketika pada 1919 monarki Austia – Hongaria dalam keadaan kritis, maka Hongaria, Rumania, Yugoslavia, dan Austria membubuhkan stempel pada uang kertas sirkulasi Cekoslowakia menggunakan suatu kertas tanda yang ditempelkan.

Mengingat uang monarki tersedia dalam jumlah yang cukup besar, maka negara masing-masing mengambil langkah pengawasan karena adanya penstempelan palsu. Akibatnya penstempelan palsu itu tidak bisa bertahan lama. Untuk menunjukkan bahwa telah menggunakan stempel palsu, maka pada tanda stempel yang tertera pada uang kertas diberi coret tanda silang.

(Sumber: Nitidihardjo, Berita PPKMU, Desember 1989)

Rabu, 04 Februari 2009

Uang Palsu untuk Dana Kampanye?


Oleh
Bachtiar/Maya Handhini

JAKARTA - Pekan terakhir Januari lalu, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap peredaran ribuan dolar Amerika dan Brasil palsu di Jakarta. Nilainya fantastis. Total keseluruhan mencapai lima miliar rupiah.

Atas hal ini, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raja Erizman mengatakan, 14 orang dinyatakan sebagai tersangka. Masing-masing diketahui bernama Indra Mulya Hasibuan, Hairudin, Kabul Afianto, Bob Yahya Darma Sibrata, Abdul Manan, Joko Sutrianto, Nurman, Ali Akbar, Martin Linmas, Sudarmanto, Farsin Sapan, Mahlil Siregar, Daman, dan Pandangan Panjaitan.

Pengungkapan kasus ini diakui sebagai yang terbesar di awal tahun 2009 dengan barang bukti berupa 1310 lembar pecahan 100 dolar AS, 1148 lembar pecahan 50.000 dolar Brazil, serta satu tas besar dolar AS yang belum jadi.

Raja menjelaskan, terungkapnya kasus ini bermula dari laporan seorang ibu yang menyebutkan Indra Mulya Hasibuan, pengusaha kayu asal Sumatera Utara, disinyalir mempunyai banyak uang dolar palsu. Keterangan perempuan yang disebut beberapa sumber adalah mantan istri si tersangka sendiri, menyebutkan pembuatan dilakukan di kediaman yang bersangkutan.

Informasi itu kemudian ditindaklanjuti petugas satuan Fiskal Moneter dan Devisa (Fismondev) yang akhirnya berhasil menangkap Indra di wilayah Citayam, Depok, Jawa Barat. Hasil pemeriksaan terhadap Indra, diketahui adanya belasan anggota pengedar lain yang masih satu jaringan dengannya. Belasan tersangka lain tersebut akhirnya dibekuk di beberapa wilayah, di antaranya di Jalan Proklamasi, Atrium Senen, Duta Merlin, Hotel Mega Pro, Jakarta Pusat, dan di wilayah Cipondoh, Tangerang. Aparat juga mengamankan lima tersangka yang menjadi jaringan Indra dengan barang bukti berupa 354 lembar uang pecahan 100.000 rupiah.


Menipu Bank

Meski jumlah barang bukti tidak sedikit, menurut polisi, mereka yang ditangkap bukanlah pembuat. Kepala Satuan Fismondev Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Bahagia Dachi kepada SH, Sabtu (31/1) malam, mengatakannya. Sejauh ini, para tersangka yang diamankan hanya merupakan pengedar dan bukanlah sebagai pembuat. “Tak ada alat cetak yang ditemukan,” kata Kasat Fismondev.

Kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah menjadi penarik para pelaku untuk makin giat memalsukan mata uaang negara Paman Sam ini.

Sama seperti tiga jaringan pengedar uang palsu yang melibatkan warga negara asing berkulit hitam pada tahun tahun 2008, jaringan Indra menggunakan uang palsu yang mereka miliki untuk melakukan penipuan.

Uniknya, modus yang mereka gunakan biasanya klasik, di antaranya dengan menukarkan kepada orang lain atau membelanjakannya. Namun, yang tak kalah nekat adalah mereka juga tak jarang berusaha menukarkan uang palsu tersebut ke bank. Harapannya, bank akan mau menukarkannya dengan yang asli. Korbannya juga bervariasi, mulai dari kalangan warga di pedesaan hingga masyarakat perkotaan.

“Bank itu bisa berfungsi untuk menukar uang palsu. Pelaku berpura-pura menjadi korban karena mendapat uang palsu,” jelasnya.


Momen Pemilu

Di satu sisi, polisi juga tak menafikan adanya momen-momen tertentu kala peredaran uang palsu meningkat. Salah satunya adalah menjelang pemilu. Maraknya peredaran uang palsu terkait penggunaan sebagai aliran dana kampanye Pemilu 2009 nanti, Daichi tak menampiknya.

Hingga saat ini, belum ada pengakuan secara langsung dari para tersangka. Namun berdasarkan pemeriksaan, salah seorang tersangka diketahui merupakan anggota salah satu partai yang ikut serta dalam Pemilu 2009 mendatang.

“Sejauh ini, belum terbukti uang palsu itu akan digunakan untuk dana kampanye. Tapi, tidak tertutup untuk kemungkinan tersebut. Masyarakat, khususnya yang menetap di pedesaan, harus lebih teliti saat menerima uang dari partai-partai yang ingin menarik simpati,” ujarnya.

Dijelaskan Daichi, uang palsu yang banyak ditemukan ataupun dilaporkan pihak bank, belakangan memang sangat mirip dengan aslinya, baik dalam bentuk desain tekstur ataupun bahan. “Waktu masih menjabat sebagai Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polwiltabes Surabaya di tahun 2005, saya pernah mengungkap kasus uang palsu yang ternyata hanya dicetak menggunakan printer canggih. Saat ini, printer dengan merek tertentu akhirnya dilarang dijual karena sangat canggih dan berbahaya bila digunakan untuk mencetak uang,” tukasnya.

Selain uang palsu, yang turut menjadi perhatian serius adalah mengenai informasi beredarnya uang rupiah asli, tapi palsu. Kategori ini diberikan karena disinyalir ada uang rupiah yang dicetak dengan nomor seri yang sama atau double. Isu ini mulai berembus sejak krisis moneter pada zaman Presiden Soeharto lalu. “Kami sudah mendengar informasi itu. Sedang kami selidiki kebenarannya,” pungkas Daichi.

*******

Kemungkinan Besar Akan Banyak Pemain Baru

JAKARTA - Pemalsuan uang selalu menjadi kasus kriminal yang berulang dari masa ke masa. Pekan lalu, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya berhasil menangkap otak pembuat uang palsu, Benny Hasibuan di sebuah hotel di Jakarta. Jumlah barang buktinya lumayan fantastis. Berikut perbincangan wartawati SH, Maya Handhini dengan Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Raja Erizman, Sabtu (31/1), mengulas hasil penangkapan dan kasus uang palsu secara umum.

Menjelang pemilu ini banyak beredar uang palsu. Apakah memang hal ini sudah ditengarai polisi jauh-jauh hari, mengingat waktu pemilu tinggal beberapa bulan lagi?
Sebenarnya, tidak hanya menjelang pemilu saja uang palsu banyak beredar. Pada tahun sebelumnya, polisi juga telah menangkap beberapa pengedar uang, termasuk dolar palsu.

Salah satu pengedar dolar palsu yang berhasil ditangkap adalah Drame Modibo, warga negara Afrika pada Oktober tahun lalu. Dari tangan tersangka ini, kita mengamankan sebanyak 30 bundel dolar palsu yang siap cetak.

Jadi, kini makin banyak lagi peredaran uang palsu, khususnya mata uang dolar?
Ini yang harus diwaspadai. Polda Metro sendiri baru saja menangkap otak pembuat uang palsu yang siap edar sebanyak miliaran rupiah.

Biasanya yang menjadi korban peredaran uang palsu ini adalah masyarakat kelas bawah. Yang jelas, segera laporkan kepada pihak kepolisian bila Anda menemukan uang palsu, berikut ciri-ciri si pengedar uang palsu tersebut.

Polda Metro sendiri akan bekerja sama dengan beberapa instansi terkait untuk menanggulangi banyaknya peredaran uang palsu. Apalagi, menjelang pemilu biasanya uang termasuk dolar palsu, akan membanjir. Yang jelas, kita terus mewaspadai nama-nama tersangka pembuat uang palsu yang pernah ditangkap dan kemungkinan besar akan ada pemain baru seperti Benny Hasibuan yang pernah tersangkut kasus pembalakan liar di wilayah Polda Sumatera Utara ini.

Bagaimana cara mengetahui uang palsu, termasuk mata uang asing?
Seperti yang sudah-sudah, kertas tersebut akan terlihat sangat kasar. Tidak ada garis benang di cetakan uang palsu tersebut, dan nomor seri juga akan terlihat sangat buram. Tidak itu saja, uang palsu akan luntur bila kita gesek-gesekkan. Untuk mengetahui adanya uang palsu ini, pakailah alat yang disebut sinar biru.

Ada daerah-daerah baru yang diamati polisi kini menjadi sasaran penyebaran uang palsu?
Uang palsu ini biasanya akan banyak beredar di tengah masyarakat bawah serta di daerah-daerah. Salah satu daerah yang menjadi sasaran adalah di NTT, NTB, dan Kalimantan. Ini dapat diketahui dengan adanya pengedar uang palsu di daerah tersebut yang baru saja ditangkap.

(Sumber: Sinar Harapan, Selasa, 2 Februari 2009)

Uang Palsu Marak Menjelang Pemilu


Pengantar Redaksi:

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) melansir terjadi peningkatan temuan uang palsu pada tiga bulan terakhir (Oktober-Desember 2008), dari tujuh lembar per satu juta lembar menjadi sembilan lembar per satu juta lembar dari jumlah uang yang beredar di masyarakat.

Oleh
Rafael Sebayang/Maya Handhini


Sehubungan dengan makin meningkatnya suhu perpolitikan di Tanah Air menjelang Pemilu 2009, data temuan yang bersumber dari laporan perbankan dan masyarakat ini mengingatkan kita kembali pada catatan merah fenomena peredaran uang palsu yang kerap menjadi bagian dari perhelatan pesta demokrasi bangsa ini.

Data terakhir BI ini membuka kembali prediksi Deputi Gubernur BI Budi Rochadi yang memperkirakan peredaran uang palsu menjelang dan saat pemilu berlangsung akan berlipat-lipat. Perkiraan tersebut disampaikan Budi pada Juli 2008 dalam kaitannya dengan temuan BI, di mana sejak Januari-Mei 2008, telah ditemukan 30.622 lembaran uang palsu yang terdiri dari pecahan Rp 100.000, Rp 20.000, Rp 10.000, dan Rp 5.000.

Budi Rochadi mengatakan, perbandingan peredaran uang palsu pada tahun 2008 diperkirakan mencapai delapan banding satu juta. Artinya, dari setiap satu juta lembar uang asli, terdapat delapan lembar uang palsu. Perbandingan ini lebih tinggi dibanding tahun lalu (2007), yakni tujuh banding satu juta. Padahal, data terakhir BI menyebutkan peredaran uang palsu telah mencapai sembilan banding satu juta lembar. Artinya, terjadi peningkatan yang cukup signifikan, mengingat rata-rata uang palsu yang beredar di masyarakat sampai Mei 2008 sebesar empat banding satu juta lembar.

Uang palsu yang paling banyak beredar, lanjut Budi, adalah pecahan Rp 100.000 yang mencapai 15 lembar dari satu juta lembar uang asli, kemudian jenis uang pecahan Rp 50.000 sebanyak tujuh lembar per satu juta lembar uang asli yang beredar.


Upaya Preventif

Sementara itu, terkait ihwal peningkatan peredaran uang palsu dari tujuh lembar menjadi sembilan lembar per satu juta lembar uang asli, Direktur Direktorat Peredaran Uang BI Edi Setiono kepada SH, melalui jawaban tertulisnya mengatakan, pada dasarnya, statistik uang palsu yang dikelola BI adalah data mengenai peredaran uang palsu setiap yang diterima dari laporan perbankan dan pengaduan masyarakat.

“Namun sejauh ini kami tidak dapat memastikan bahwa peningkatan uang palsu tersebut mempunyai korelasi dengan meningkatnya suhu politik akhir-ahir ini. Dan, kami tidak pernah mencatat secara khusus peredan uang palsu yang dikaitkan dengan pemilu atau isu-isu lain,” jelas Edi.

Namun menurutnya, secara teoritis apabila jumlah uang yang beredar meningkat maka tentunya risiko peredaran uang palsu juga meningkat. Oleh karenanya, BI juga melakukan beberapa langkah guna mengantisipasi atau menangkal peredaran uang palsu.

Pertama, secara periodik BI mengganti emisi uang yang sudah cukup lama beredar dengan emisi baru yang memiliki jenis security features terkini. “Apabila suatu emisi uang telah memiliki usia edar lebih dari lima tahun, biasanya tingkat pemalsuan uang tersebut cukup meningkat sehingga diperlukan pergantian emisi uang secara periodik,” paparnya.

Langkah lainnya berupa sosialisasi keaslian rupiah kepada masyarakat, baik langsung maupun melalui penayangan iklan melalui media massa, di samping meningkatkan kerja sama dengan penegak hukum, mulai dari BIN/Botasupal, Polri, hingga Kejaksaan.


Sejarah Uang Palsu

Isu uang palsu sendiri memang kerap disangkut-pautkan dengan perhelatan politik, apa pun itu. Awal hangatnya isu soal uang palsu di Indonesia berkaitan dengan masa operasi militer di Timor Timur atau Operasi Seroja pada tahun 1999. Saat itu santer beredar kabar, mantan Presiden Soeharto secara rahasia mencetak uang palsu di Australia dengan tujuan membiayai operasi militer. Belum sempat digunakan, Operasi Seroja berakhir bersamaan dengan jatuhnya rezim Orde Baru.

Kemudian timbul masalah karena tidak tahu harus kemana menyimpan uang palsu tersebut. Milisi Timtim pernah berniat ingin menyimpannya di bank, namun ditolak oleh pihak bank. Kabar ini pun hilang ditelan zaman.

Kemudian, pada Pemilu 2004, uang palsu juga disinyalir banyak beredar. Dalam catatan BI, uang palsu yang beredar ketika itu mencapai 40.000 lembar. Demikian pula saat pemilu terakhir di zaman Orde Baru, peredaran uang palsu mencapai Rp 4,4 miliar atau sebanyak 238.838 lembar.


Sindikat Jelang Pemilu

Ibarat mengulang sejarah masa lalu, entah siapa atau kelompok mana yang sedang bermain, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia membenarkan bahwa memang ada sindikat pemalsuan uang menjelang pemilu.

“Jumat lalu, Polda Metro Jaya baru saja menangkap 21 tersangka pengedar uang palsu. Dari tangan tersangka polisi berhasil mengamankan sebanyak puluhan miliar rupiah yang siap edar. Ini artinya, memang ada sindikat pemalsuan menjelang pemilu. Oleh karena itu, kita harus waspada dengan orang-orang yang ingin mengacaukan jalannya pemilu nanti,” kata Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duaji, kepada SH, Minggu (2/2).

Polri menurut Sisno akan bekerja sama dengan perbankan untuk mewaspadai beredarnya uang palsu menjelang pemilu. Kewaspadaan ini berlaku bagi polda di seluruh Indonesia, dan instansi terkait di daerah.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Belakangan, uang palsu banyak beredar di daerah-daerah. Salah satunya di Purwokerto, Jawa Tengah yang terjadi pada tahun 2008, di mana dari tangan tersangka berhasil diamankan sedikitnya 2.055 lembar dengan nilai Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 50.000, dan Rp 100.000. Total yang berhasil beredar di Jawa Tengah mencapai Rp 110,9 juta.

Sementara itu, di Jawa Timur, tepatnya di Bangkalan, Madura pada pertengahan Januari lalu Polda Jawa Timur berhasil menangkap dua wanita. Dari tangan kedua wanita tersebut, menurut Kabareskrim berhasil diamankan sedikitnya Rp 3 juta. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan selalu waspada akan beredarnya uang palsu menjelang Pemilu 2009 ini.

Untuk menghindari banyaknya uang palsu beredar, Kabareskrim kembali menegaskan bahwa Mabes Polri akan bekerja sama dengan Peruri, BI, dan perbankan yang ada. Tidak itu saja. BIN kemungkinan juga akan dilibatkan untuk mengawasi banyaknya uang palsu yang beredar ini. Yang jelas, Mabes Polri telah menerjunkan anggota untuk melakukan pengawasan uang palsu ini.

Terkait penangkapan 21 pengedar uang palsu pada pekan lalu, terungkap bahwa pemalsuan tidak hanya pada mata uang rupiah, namun juga mata uang asing, dalam bentuk pecahan dolar. Polisi pun menyasar para pemain lama yang kemungkinan berada di balik merebaknya peredaran uang palsu akhir-akhir ini.

“Saya tidak bisa mengatakan siapa orangnya, takut orang tersebut akan lari. Yang jelas, daftar nama-nama pemain lama ini akan kita pantau dengan meminta bantuan BIN atau BI,” katanya.


Ciri-ciri Uang Palsu

Biasanya, pada uang Rp 100.000 dan Rp 50.000, tidak ada benang di tengah-tengahnya. Kertas uang, baik Rp 100.000 maupun Rp 50.000, terlihat sangat kasar.

Uang palsu akan cepat luntur tintanya serta tidak ada nomor serinya. Walaupun ada nomor seri, nomor tersebut akan terlihat buram. Untuk menghindari adanya uang palsu, gunakan sinar X (biru) yang kini banyak dijual di toko-toko.

(Sumber: Sinar Harapan, Senin, 2 Februari 2009)

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker