Tampilkan postingan dengan label Uang Logam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Uang Logam. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 Februari 2009

Koin RI 1970 dan Koin Peringatan 1990


Rencana semula koin RI 1970 pecahan Rp 1 dan Rp 2 bergambar burung, akan dibuat dari bahan cupro nickel (warna kuning). Uang tersebut sudah dibuat proof-nya. Uang Rp 1 memiliki berat 2 gram dan Rp 2 memiliki berat 3 gram. Namun ini dirasakan terlalu berat karena nilai logamnya lebih besar daripada nilai nominalnya.

Kemudian pemerintah memutuskan, uang-uang tersebut diganti dengan bahan aluminium. Uang nominal Rp 1 beratnya 1 gram dan nominal Rp 2 beratnya 2 gram. Selain berbeda beratnya, uang yang dibuat dari cupro nickel tersebut lebih tipis ketimbang logam aluminium.


Uang Logam Seri Perlindungan Anak





Peranan Indonesia dalam program penerbitan “Save the Children” terwujud dalam bentuk uang emas dan perak proof. Uang Rp 1000 perak (36 mm), dengan kadar 0,823, berat 19,44 gram, dicetak sebanyak 20.000 keping, bergambar 2 anak sedang bermain badminton. Uang Rp 200.000 emas (25 mm) berkadar 0,817 dengan berat 10 gram, dicetak sebanyak 3.000 keping, dan menggambarkan seorang gadis kecil dalam pakaian adat sedang menari.

Uang logam ini dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada 1 Desember 1992, dengan harga penjualan Rp 600.000 untuk uang emas dan Rp 75.000 untuk uang perak.

(Sumber: Buletin PPKMU, Desember 1992)

Jumat, 30 Januari 2009

Uang Logam, Objek Rekonstruksi Sejarah Terlengkap


Secara universal, uang logam merupakan objek yang paling mudah didapat, relatif murah, dan tahan lama di antara objek numismatik lainnya. Melalui numismatiklah perhatian dan penelitian yang tidak habis-habisnya terhadap seluk beluk uang lama dilakukan selama berabad-abad. Tidak terpisahkan dalam perjalanan sejarah suatu bangsa dan negara. Uang logam merupakan pencerminan keadaan maju mundurnya berbagai aspek secara langsung ataupun tidak langsung.

Sebagai salah satu objek kegiatan disiplin sejarah dan arkeologi, penelitian numismatik menghasilkan catatan-catatan yang sangat menakjubkan. Uang logam yang dikenal dan dekat dengan manusia sejak awal peradaban, dapat dijadikan bahan rekonstruksi yang hampir tak putus-putusnya menyerupai mata rantai yang sangat panjang, sebagai bukti nyata khususnya sejarah ekonomi dan politik. Artefak-artefak berupa uang logam merupakan refleksi banyak hal. Berbagai jenis uang logam yang dikeluarkan atau dipakai oleh penguasa-penguasa atau bangsa-bangsa seolah-olah merupakan suatu jalinan cerita yang sangat panjang.

Peninggalan-peninggalan berupa uang logam merupakan satu-satunya bukti pendukung keabsahan dan eksistensi bentuk kepenguasaan atau pemerintahan yang paling lengkap. Contohnya uang logam Cina (dari abad VIII SM - sekarang), Italia (abad VI SM – sekarang), Inggris (abad II SM – sekarang), India (abad VI SM), Turki (abad VII SM), Yunani (abad VII SM), Iran (abad VI SM), dll. Artefak-artefak tersebut mewakili pemerintahan-pemerintahan atau bahkan menggambarkan beratus-ratus potret penguasa yang berurutan sejak zaman tertua.

Bukti-bukti sejarah peradaban dunia amat didukung oleh eksistensi uang logam. Rangkaian penerbitan uang logam dari contoh negara-negara tersebut yang sangat panjang dan hampir tak terputus membuktikan kebesaran dan kebanggaan bangsa ybs sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi dan kegunaan uang logam baik primer maupun sekunder akan tetap bertahan lama kendati tercipta bermacam-macam bentuk alternatif alat-alat tukar atau pembayaran yang canggih.

(Sumber: Alim A. Sumana, Berita PPKMU, Agustus 1991)

Sabtu, 24 Januari 2009

Koin Kuno: Antara Iklan dan Kenyataan


Koleksi pribadi



“Dijual koin kuno zaman Belanda, HP Rp 10 juta. Boleh nego. Hubungi ....” begitu kata salah satu iklan di internet.

“Dijual untuk kolektor serius, dua buah koin kuno dan langka peninggalan kakek buyut. Hanya Rp 8 juta sebuah, dijamin murah,” bunyi iklan lainnya seakan tak mau kalah.

Memang sah-sah saja kalau orang mengajukan harga setinggi itu. Jangankan 10 juta, 1 milyar pun tidak ada yang melarang. Namun masalahnya, masuk akal sehatkah harga koin-koin itu? Tidak dimungkiri kalau antara iklan dan kenyataan sering kali bertolak belakang.

Bisa dipastikan yang memasang harga selangit itu bukanlah seorang kolektor atau numismatis. Penyebabnya adalah ketidaktahuan mereka akan koleksi numismatik dan embel-embel kuno itu. Masih banyak anggapan bahwa barang kuno itu selalu berharga mahal.

Ditanya gradenya saja tidak tahu, begitu komentar seorang rekan. Grade adalah kondisi suatu koleksi. Dalam numismatik dikenal beberapa grade seperti proof (PR), uncirculated (Unc), extra fine (XF), fine (F), good (G), dan poor (jelek). Semakin tinggi gradenya, artinya semakin bagus kondisi suatu koleksi, maka semakin mahal harganya. Sebaliknya, semakin rendah gradenya, semakin murah harganya. Beberapa rekan numismatis lain tertawa saja melihat banderol demikian.

Perlu diketahui, dalam dunia numismatik ada beberapa hal yang mempengaruhi harga suatu koleksi, yakni kelengkapan, kelangkaan, keaslian, dan kondisi. Karena itu harga suatu koleksi tidak ditentukan secara sembarangan. Ada patokan khusus yang digunakan oleh para numismatis, yakni berdasarkan buku katalog.

Disayangkan hingga saat ini katalog uang logam (koin) Indonesia belum pernah diterbitkan. Yang baru ada adalah katalog uang kertas. Di sini uang kertas memang lebih banyak digemari daripada koin.

Selama ini buku katalog yang sering dijadikan acuan adalah Standard Catalog of World Coins karangan Chester L. Krause dan Clifford Mishler. Katalog ini disusun secara alfabetis menurut negara. Indonesia termasuk salah satu di dalamnya.

Katalog ini dipandang istimewa karena memuat penilaian harga pasaran sampai enam tingkat kondisi. Belum lagi gambar-gambar setiap jenis uang. Sayang untuk ukuran Indonesia harganya terbilang mahal, sehingga sedikit sekali numismatis yang memiliki buku ini. Silakan cek harganya lewat amazon.com di blog ini.

Katalog lain yang sering menjadi acuan adalah Speciale Catalogus van de Nederlandse Munten karya Johan Mevius. Katalog ini khusus berisi koin-koin yang pernah terbit di negara-negara bekas jajahan Belanda, termasuk Indonesia tentunya.

Kembali ke harga yang gila-gilaan tadi, koin kuno yang ditawarkan adalah koin berbahan tembaga 1 cent Nederlandsch Indie tahun 1897 dan 1902. Terus terang, sejujurnya, dan dengan akal sehat, uang itu disebut sen buntu. Emisi pertama dikeluarkan tahun 1855 dan emisi terakhir tahun 1929. Satu set sen buntu terdiri atas 22 keping.

Tahun 1992 saya membeli satu set uang ini seharga Rp 32.000 di tokonya Pak Haji Ridwan di bilangan Pasar Baru, Jakarta. Dalam waktu belasan tahun memang harganya pasti bergerak naik. Betapapun tidak sedrastis yang dibayangkan orang awam.

Uang kuno belum tentu mahal. Berkali-kali saya sampaikan lewat tulisan di media-media cetak. Meskipun ada yang berharga mahal, bahkan sangat mahal, beberapa jenis koin masih bisa dibeli di bawah Rp 10.000 sebuah. Jangan terpedaya atau terpukau dengan kata “kuno”. Jangan ingin cepat mendapatkan uang dengan menyebut-nyebut uang kuno. Saat ini harga suatu koleksi tidaklah gelap seperti dulu.

Ya, daripada mengeluarkan uang Rp 10 juta hanya untuk satu dua keping uang kuno sebagaimana iklan di atas, lebih baik bayarin deh koleksi saya ini. Satu set hanya Rp 10 juta. Saya serius kalau ada yang serius, lho.

Selasa, 30 September 2008

Tip Merawat Uang Logam


Oleh: DJULIANTO SUSANTIO

Merawat uang logam relatif lebih sukar daripada merawat uang kertas. Tanpa perawatan yang memadai, sebuah koleksi akan menjadi rusak dalam beberapa tahun. Sebaliknya, dengan memberikan perhatian, keadaan fisik koin akan lebih baik.

Bila logam bereaksi dengan oksigen atmosfer, akan membentuk oksida. Oksida ini menyebabkan kerusakan pada permukaan koin. Logam bisa juga bercampur dengan uap, sulfur dioksida, hidrogen sulfida, asam encer, dan unsur-unsur pokok yang terdapat di atmosfer.

Proses pencetakan uang melibatkan banyak mesin berat dan tenaga manusia. Karena itu, sesampai di tangan kolektor, koin tersebut telah membawa bibit-bibit perusak kilauan uang. Pencegahannya adalah koin tersebut harus dicelupkan ke dalam bahan bakar yang biasanya digunakan sebagai pembuat korek api. Bahan ini akan melarutkan minyak dan lemak yang berasal dari pabrik berikut kotoran yang menempel.

Kesulitan-kesulitan yang sebenarnya timbul setelah perawatan awal ini karena untuk selanjutnya permukaan logam dipengaruhi oleh perubahan atmosfer. Pada dasarnya terdapat dua pilihan untuk melindungi koin. Pertama, melapisi logam untuk melindungi bagian luar koin dari atmosfer. Kedua, koin dihindarkan dari pengaruh zat-zat perusak yang terdapat di atmosfer.

Beberapa museum besar di Inggris menggunakan pernis untuk melapisi koin. Teknik dan cara ini dinilai baik. Lapisan pernis menimbulkan sinar tiruan pada koin.

Perusakan oleh atmosfer terhadap koin dapat diketahui dengan adanya uap air. Metode pencegahan yang paling tepat adalah meletakkan koleksi di dalam tempat kedap udara. Boleh juga memberi kristal-kristal biru silika gel.

Bila silika gel sudah dipenuhi uap air, warnanya akan berubah menjadi merah muda. Namun silika gel ini dapat berubah lagi menjadi biru bila dijemur di bawah terik matahari atau dipanaskan di atas api. Jadi bisa digunakan kembali.

Dapat Dicuci

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa biarkan saja koin itu kotor daripada rusak. Artinya, koleksi-koleksi tersebut jangan diutak-atik. Namun tentu saja banyak kolektor tidak betah melihat koleksinya dalam keadaan dekil.

Pada prinsipnya hampir semua koin dapat dicuci dengan air hangat dicampur deterjen. Gosok dengan ujung jari. Jangan menggunakan alat yang kasar permukaannya. Bersihkan secermat mungkin. Kotoran yang masih melekat bisa dicungkil dengan tusuk gigi. Lantas segera keringkan dengan cara menepuk-nepuk permukaannya.

Berbagai jenis cairan kimia dapat dipergunakan. Misalnya cairan amonia dan air hangat untuk membersihkan perak dan cairan asam sitrat untuk emas. Untuk membersihkan tembaga dan perunggu digunakan 20 persen cairan sodium karbonat. Untuk timah, seng, besi, dan baja digunakan 5 persen cairan soda kostik. Bila belum jelas, kita bisa bertanya pada toko-toko numismatik atau perajin ikatan batu permata.

Setelah itu cuci dengan air dan keringkan dengan hati-hati. Bila diperlukan boleh gunakan cotton buds (batang kecil yang dilengkapi kapas di kedua ujungnya) atau sikat halus. Sebaiknya sikat terbuat dari bulu hewan. Jangan sikat nilon atau fiber buatan.

Setelah bersih, kolektor boleh melapisi koin itu dengan cairan pengkilap batu permata. Belum ada keluhan terhadap upaya ini. Sebaliknya bila menggunakan brasso atau cairan pengilap lain, lama-kelamaan koin yang digosok akan rusak permukaannya.

Yang agak rumit adalah menangani koin yang pernah terpendam dalam tanah atau terbenam dalam laut. Masalahnya, telah terjadi reaksi kimia antara logam dengan tanah dan logam dengan garam. Untuk masalah ini jangan sembarang mencuci atau membersihkannya. Sedapat mungkin mintalah nasihat kepada petugas museum terdekat.

Biasanya museum-museum besar mempunyai laboratorium konservasi untuk memelihara dan merawat benda koleksi yang rusak. Beberapa museum bahkan dilengkapi peralatan modern untuk membersihkan karat.

Tempat Penyimpanan

Salah penanganan merupakan masalah yang sering dihadapi kolektor. Bagitu pula dalam menempatkan koin. Menurut sejumlah pakar, plastik tertentu dapat membahayakan koin. Tempat penyimpanan yang paling aman terbuat dari akriliks, polyesterene, dan polypropylene. Sedangkan yang diragukan adalah polyvinyl chloride (PVC).

Ironisnya, pengotoran justru dilakukan oleh si kolektor sendiri. Tanpa sadar minyak dan asam akan melekat pada koleksi karena dipegang secara sembarangan.

Seharusnya koin dipegang di antara ibu jari dan telunjuk. Sangat baik kalau kita menggunakan sarung tangan sutera atau katun untuk memegang koleksi tersebut. Kalaupun terpaksa, album koleksi harus sering diangin-anginkan.

Penggunaan album plastik untuk waktu lama dinilai akan merusak koleksi. Sebisa mungkin kolektor harus menghindari pemakaian album seperti itu. Di Eropa, para numismatis profesional menggunakan lemari kabinet yang tersusun atas laci-laci berlubang. Kabinet ini terbuat dari kayu mahoni yang dikeringkan, kenari, atau rosewood. Kayu-kayu ini dianggap bersahabat dengan koleksi. Kabinet seperti ini mahal harganya, namun sangat disukai numismatis Jerman dan Italia. Tempat penyimpanan yang lebih murah diproduksi di Inggris berupa kabinet berbentuk koper kecil sehingga mudah dibawa ke mana-mana.

DJULIANTO SUSANTIO, Numismatis, tinggal di Jakarta

(Pernah dimuat di SUARA PEMBARUAN MINGGU, 29/8/2004)

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker