Pemalsuan uang merupakan masalah kompleks yang sudah lama dikenal di bumi Nusantara. Peningkatan pemalsuan mulai nampak pada awal abad XIX. Pada masa ini beberapa jenis uang kertas Hindia Belanda mulai dipalsukan. Dengan demikian ancaman hukuman dirasakan perlu pada uang kertas Bank keluaran paruh ke-2 abad XIX.
Beberapa dekade sebelumnya pemalsuan uang logam Hindia Belanda sudah mencapai puncaknya. Namun dengan teknik pencetakan yang lebih baik, upaya pemalsuan dapat diperkecil. Boleh dibilang pemalsuan pada pertengahan abad XIX itu hampir tidak berarti.
Periode awal kemerdekaan RI ditandai dengan ketidaksiapan di berbagai sektor. Masalah keuangan tidak lepas dari pengaruh ketegangan situasi politik. Dualisme peredaran uang kertas Republik (uang putih, ORI) dengan uang kertas Belanda (uang merah) sudah merupakan penyebab puncak ketegangan antara kedua pihak. Ditambah lagi dengan peredaran uang kertas palsu Belanda dan Republik Indonesia.
Mutu kertas dan cetakan yang kurang memadai terutama segi pengamanannya yang ada pada uang kertas darurat RI pusat maupun lokal inilah yang mengundang seringnya pemalsuan. Ini banyak terjadi pada uang RI (ORI) meskipun bersifat kumulatif dan sporadis. Emisi ORI ke-2 dan ke-3 (1-1-1947 dan 26-7-1947) terutama nilai Rp 25 dan Rp 100, tercatat paling banyak dipalsukan sehingga kita tidak sukar untuk mendapatkannya. Bahkan dapat dikatakan sebagian besar dikumpulkan oleh para kolektor tanpa disadarinya. Pada uang palsu ORI Rp 25 terdapat 10 macam lebih variasi cetakan, warna, kertas, dan rekaan yang tersebar luas dan merata sebagai salah satu produk raja pemalsu YWP.
Uang-uang palsu ini menambah kekacauan perekonomian Indonesia di masa perjuangan fisik sehingga nilainya merosot terus. Ciri-ciri utama yang bisa dikenali adalah uang ini tanpa nomor seri, tanpa pengaman, dan nilai nominalnya relatif besar. Ternyata pengeluaran uang baru emisi ke-4 (23-8-1948) dan seterusnya tidak dapat memecahkan masalah keuangan yang semakin memrihatinkan masa itu.
(Sumber: Alim A. Sumana, Berita PPKMU, Oktober 1992)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar