Senin, 09 Maret 2009

Pornografi pada Koleksi Numismatik


Oleh: DJULIANTO SUSANTIO

Masalah pornografi selalu menjadi bahan perdebatan berbagai kalangan karena dianggap dapat menimbulkan efek negatif pada masyarakat. Dampak terparah adalah merusak moral para remaja atau anak-anak yang umumnya belum mengerti batasan pornografi.

Tapi entah disadari entah tidak, di pasaran banyak dijual karya-karya seni yang memerlihatkan ketelanjangan. Justru karya-karya itu menjadi komoditi perdagangan yang selalu dicari orang.

Ironisnya, di banyak daerah di Indonesia, seperti di pedalaman Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Bali banyak penduduk asli masih menggunakan pakaian minim. Bahkan banyak kaum wanita di sana tidak memakai penutup dada. Dari segi etnografi tentu sulit dikategorikan pornografi karena mereka adalah penduduk asli yang melestarikan kebudayaan nenek moyang mereka.

Ternyata, suku bangsa tradisional yang memegang adat leluhur juga masih banyak terdapat di Afrika, benua yang dianggap masih terbelakang. Salah satunya adalah Swaziland. Namun berkat produk numismatiknya, berupa uang kertas bernilai 1 Lilangeni emisi 1968, maka Kerajaan Swaziland (sebuah negara kecil di dekat Afrika Selatan), menjadi bahan perbincangan numismatis dunia.

Pada uang kertas itu, sisi utama bergambar Raja Shobuza II. Sisi sebaliknya menampilkan sembilan wanita dengan pakaian minim tanpa penutup dada. Mereka adalah para isteri Raja Shobuza II. Apakah ini termasuk gambar porno atau bukan, tentu tergantung penilaian masing-masing.

Nyatanya sejak beberapa tahun lalu, uang Swaziland merupakan salah satu primadona uang asing sebagai benda koleksi. Benda ini banyak diburu kolektor dari sejumlah negara, termasuk dari Indonesia.

Kini ketenaran uang kertas tersebut malah semakin meningkat setelah salah satu keturunan Raja Shobuza II, yakni Raja Mswati III menikah secara resmi dengan Noliqhwa Ntentesa pada 2005 lalu. Ntentesa adalah isteri ke-11 Raja Mswati III.

Pada awalnya pernikahan tersebut banyak ditentang oleh para pekerja sosial. Ini karena Swaziland merupakan negara yang memiliki tingkat infeksi HIV tertinggi di dunia. Ntentesa dipilih oleh Raja Mswati III pada 2002 lalu di sebuah acara dansa tahunan. Dua gadis lagi, konon sedang menunggu giliran dinikahkan dengan raja. Raja Swaziland sendiri pernah datang ke Indonesia pada Oktober 2007 lalu dan sempat bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sayang, berita tentang kedatangannya kurang mendapat perhatian pers nasional.

Yang menambah kepopuleran uang tersebut adalah karena Sang Raja mempunyai gaya hidup yang luar biasa tinggi. Demi membahagiakan ke-11 isterinya itu, Sang Raja memerintahkan pembangunan istana bagi setiap isterinya. Sang Raja juga menghabiskan duit jutaan dollar untuk membeli sedan mewah buat para mertuanya, pesawat jet kerajaan, dan merenovasi tiga istana utamanya. Konyolnya lagi, Sang Raja memiliki koleksi puluhan mobil mewah. Padahal, sejak lama negaranya dilanda krisis pangan berkepanjangan sehingga rakyatnya hidup serba kekurangan. Dan lagi, tingkat pengangguran di negaranya juga tertinggi di dunia.

Perilaku Raja Mswati III rupanya setali tiga uang dengan ayahnya. Saat meninggal pada 1982, Raja Shobuza II “mewariskan” 70 isteri. Buseeeet! Entah, apakah prestasi Raja Swaziland ini masuk Guiness Book of World Records atau tidak.

Negara Afrika lainnya yang pernah mengeluarkan mata uang “berbau” pornografi adalah Benin. Pada koin bernilai 1000 Francs emisi 1992 itu juga tergambar jelas bagian dada seorang wanita. Namun kepopuleran uang Benin tidak setinggi uang Swaziland. Meskipun banyak diburu kolektor, harga pasaran benda-benda numismatik tersebut tidak begitu tinggi.

Yang lebih klasik adalah koin perak Yunani kuno yang berusia 2000 tahun lebih. Pada koin itu terpampang gambar seorang pria dalam keadaan telanjang bulat. Memang, seni Yunani kuno banyak memperlihatkan hal demikian. Tidak heran bila pameran patung kuno Yunani di Jakarta beberapa tahun lalu menimbulkan pro kontra. Akibatnya, bagian vital patung terpaksa ditutupi kain putih agar sang patung tidak “malu”.

Ternyata koin “jorok” itu pernah laku dalam suatu pelelangan di London pada 1995 seharga 100.000 dollar lebih. Coba saja kurskan dengan rupiah! Tentu saja koleksi itu berharga mahal bukan karena gambarnya, melainkan karena benar-benar unik dan langka. Nah, meskipun berkesan pornografi, ternyata keunikan, kelangkaan, dan kepopuleran sangat menunjang harga sebuah koleksi. Apalagi, sering menjadi bahan berita, berarti semakin menambah kepopuleran koleksi tersebut dan tentu saja semakin mahal harganya. Ini sudah menjadi hukum dalam dunia bisnis.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker