Menurut catatan sejarah, ada beberapa daerah pemberontak yang menerbitkan mata uang sendiri di wilayah masing-masing. Namun uang-uang tersebut tidak diakui oleh pemerintah RI. Meskipun begitu, koleksi demikian banyak dicari para kolektor. Daerah-daerah pemberontak yang menerbitkan mata uangnya sendiri adalah:
A. Separatis DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)
Separatis ini berlatar belakang ingin mendirikan Negara Islam di Indonesia di bawah pimpinan Sekarmadji Kartosuwirjo. Dia memroklamasikan NII (Negara Islam Indonesia) pada 1949. Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat sekitar tahun 1949-1962. Kemudian menyebar luas ke berbagai daerah. Beberapa uang separatis yang diterbitkan adalah:
- NII daerah Jawa Barat, diterbitkan di Tasikmalaya berupa Warqoh dan Bon, 1949-1954, pimpinan Sekarmadji Kartosuwirjo.
- PNII (Pemerintah Negara Islam Indonesia) daerah Cirebon berupa Warqoh Infak dan Bon lembaran teks, 1949-1952, terbitan PBR Cirebon.
- PNII daerah Brebes berupa teks “uang” terbitan 1949, pimpinan Fatah.
- RII (Republik Islam Indonesia) daerah Borneo (Kalimantan) di hulu sungai berupa cap pada uang kertas Dai Nippon dan Malaya-Borneo British, 1949, di bawah pimpinan Ibnu Hajar.
- RII daerah Celebes (Sulawesi) di Makasar berupa cap pada uang kertas Dai Nippon dan Malaya-Borneo British, 1953-1957, di bawah pimpinan Kahar Muzakar (Gubernur Militer RII bagian Timur) dan Usman Balo (Ketua PUS RII bagian Timur).
- NII daerah Aceh Darussalam diterbitkan di Pidie berupa uang kertas NII 1953 dipimpin oleh Daud Beureuh, penanda tangan uang a.n. Gubernur Militer, Mohammad Sjah.
B. Separatis PRRI (Pemerintah Revolusioner RI)
Separatis ini berlatar belakang ketidakpuasan terhadap kebijaksanaan pemerintah pusat di bawah kabinet Djuanda, kemudian membentuk pemerintahan tandingan, PRRI Bukit Tinggi dengan Menteri Keuangannya Mr. Sjafrudin Prawiranegara (1959). Adapun uang kertas yang diterbitkan adalah:
- Stempel cap dan tanda tangan di atas uang BI 1952 dengan penandatangan Mr. Sjafrudin Prawiranegara dan A. Hussein.
- Uang PRRI cetakan Bukit Tinggi, September 1959.
- Uang PRRI cetakan Belgia (gambar pohon kelapa) dipakai juga oleh RPI (Republik Persatuan Indonesia) gabungan antara sempalan PRRI dengan sempalan DI pada Februari 1960.
- Uang PRRI cetakan Bonabulu, 1 Januari 1960.
- Uang PRRI/Permesta (Piagam Perjuangan Semesta) gabungan separatis di Sulawesi - Manado pimpinan F. Warrouw, diterbitkan pada 1958-1959.
- Uang pemerintah kabupaten Pesisir Selatan, 1960, salah satu sempalan PRRI.
C. Separatis RSI (Republik Soviet-Indonesia) PKI Madiun
Separatis yang dimotori oleh PKI di Madiun berlatar belakang ingin mendirikan negara komunis di Indonesia dengan diproklamasikannya Republik Soviet-Indonesia di Madiun pada 1948. Kemudian diterbitkan uang RSI pecahan Rp 5. Gerakan ini dipimpin Muso dan berhasil menduduki kota-kota sekitar sampai ke Cepu.
D. Separatis Gerilya Kaum Melayu (di Timtim melawan Portugis)
Separatis ini berjuang melawan rezim Portugis di Timor Timur pada November 1975 yang dimotori oleh orang-orang Melayu dan perantauan yang tergabung dalam Uni Demokrasi Rakyat Timor Timur. Tetapi pada Desember 1975 - awal 1976, Gerakan Republik Demokrasi Rakyat Timor Timur bersimpati dengan pemerintah RI dan menggabungkan diri dalam teritorial.
Pada awal pergerakan, organisasi gerilya kaum Melayu dan perantauan telah menerbitkan mata uangnya sendiri yang hanya digunakan dalam lingkungan di antara anggota organisasi saja. Adapun uang tersebut dicetak dengan mesin stensil, ada juga yang hanya berupa lembaran teks.
E. Separatis RMS (Republik Maluku Selatan)
Separatis ini adalah pembelotan eks KNIL di Maluku yang ingin mendirikan Republik Maluku Selatan (1950-1960) dipimpin Dr. Soumokil dan Menteri Keuangannya Mr. GGH Apituley yang menerbitkan uang RMS berupa cap stempel pada uang lama Hindia Belanda (De Javasche Bank dan Nederlandsch Indie) di Saparua Maluku.
Sejauh ini belum ada informasi apakah separatis lain seperti Paraku Kalimantan Utara, Gerakan Aceh Merdeka, Papua Merdeka, dll pernah menerbitkan mata uangnya sendiri.
(Sumber: Sofyan Sunaryo, Berita PPKMU, Oktober 1996)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar