Sabtu, 28 Maret 2009

Museum Uang Berdimensi Kultural Edukatif


Kehadiran ORI sangat dramatis dan patut dihargai setinggi-tingginya. Ini karena pada masa prakemerdekaan banyak percetakan ditutup atau dihancurkan, banyak peralatan cetak disita, dan uang hasil cetakan dimusnahkan oleh pihak kolonialis. Bahkan banyak pegawai percetakan ditembak mati karena berusaha menyelamatkan mesin cetak dan hasil-hasil cetakannya.

Dalam perjalanannya selama 59 tahun, pemerintah telah menerbitkan ratusan pecahan uang kertas dan uang logam (koin). Dari segi kuantitas, jumlah sebanyak itu belumlah tinggi. Apalagi jika dibandingkan dengan banyak negara berkembang lainnya. Jumlah yang masih relatif sedikit itu menjadikan uang-uang kita masih kurang diperhatikan orang sebagai salah satu benda budaya sekaligus sumber informasi berbagai ilmu pengetahuan dan objek numismatik.


Zaman Purba

Sesungguhnya uang sebagai alat tukar sudah dikenal luas masyarakat Indonesia sejak zaman purba. Pada awalnya, orang hanya menerapkan sistem barter dalam transaksi. Namun kemudian dirasakan sistem itu kurang efisien sehingga orang menggunakan alat tukar yang lebih pantas. Objek yang dipilih adalah benda-benda yang tahan lama dan dikenal banyak orang. Yang paling umum adalah kulit kerang, manik-manik, dan batu. Jenis uang ini dikenal sebagai uang primitif dan dipergunakan pada masa prasejarah.

Pada masa klasik, yaitu masa pengaruh kerajaan-kerajaan kuno bercorak Hindu dan Buddha, pemakaian mata uang sudah semakin maju. Kerajaan Sriwijaya, misalnya, memakai uang Namo. Kerajaan Jenggala, mengenal uang emas Krishnala dalam berbagai ukuran. Pada masa kemudian, kerajaan Majapahit memakai uang perak Teratai, uang perak Kancing, uang Gajah Mada, uang Buddha, dan uang Gobog.

Pada masa kesultanan Islam, yang paling populer adalah uang dinar dan uang dirham, terbuat dari emas dan perak. Selain itu dikenal uang timah, uang tembaga, uang kepeng, dan uang picis. Yang unik adalah uang kesultanan Buton yang disebut kampua. Uang berbahan kain itu ditenun sendiri oleh putri-putri kraton Buton.

Uang-uang mancanegara pernah beredar pula di seluruh Nusantara, seiring pesatnya perdagangan internasional. Uang mancanegara bisa dikategorikan dua jenis, yakni uang Timur (China, Jepang, Annam, Persia, India, Arab) dan uang Barat (Belanda, Inggris, Spanyol, Portugis, Austria).

Sayangnya, perjalanan sejarah uang-uang Indonesia purba hingga masa pasca kemerdekaan, baru sedikit saja yang terekam dalam museum. Salah satu museum yang menyimpan uang-uang kuno Indonesia adalah Museum Artha Suaka (artha = uang, suaka = tempat perlindungan). Museum milik Bank Indonesia itu terletak dalam kompleks Bank Indonesia, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Museum Artha Suaka juga menyimpan beberapa surat perjanjian dagang dari masa VOC. Bahkan sejumlah koleksi dilengkapi tulisan yang menggunakan darah manusia untuk menunjukkan keotentikannya.

Ada pula uang perkebunan, uang yang hanya beredar di wilayah perkebunan dalam lingkungan tanah partikelir. Uang perkebunan merupakan alat pembayaran khusus yang hanya berlaku di daerah setempat.

Koleksi Museum Artha Suaka yang tergolong unik dan langka adalah uang pecahan 0,25 cent keluaran tahun 1934. Pecahan yang berbahan perunggu itu merupakan satu-satunya uang percobaan.

Museum Artha Suaka belum terbuka bebas untuk umum. Namun masyarakat umum boleh mengunjungi museum ini dengan izin khusus Bank Indonesia.

Dalam skala lebih kecil, perjalanan sejarah bangsa lewat uang, bisa disaksikan di Museum Reksa Artha (reksa = memelihara, artha = uang). Lokasinya di Jalan Lebak Bulus I, dekat RS Fatwamati, Jakarta Selatan. Museum ini pun masih belum terbuka bebas untuk umum, karena merupakan museum pribadi Perum Peruri. Yang memrihatinkan, keadaan museum ini seperti “hidup segan, mati tak mau”.

Tak banyak koleksi uang di tempat ini. Yang mengharukan, di sini tersimpan mesin-mesin cetak uang, mesin potong, alat foto repro, dan kelengkapan percetakan ORI. Dengan begitu diharapkan kita akan mengenang para perintis ORI. Mereka bukan saja menjadikan ORI sebagai alat pembayaran, tetapi juga sebagai atribut utama negara merdeka dan berdaulat, alat pemersatu bangsa, dan alat perjuangan di mata dunia internasional.

Peran uang sebagai sumber sejarah dan sumber ilmu pengetahuan, juga bisa dilihat di Museum Nasional, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Koleksi-koleksi itu terdapat di Ruang Numismatik, antara lain berupa uang-uang kuno yang diperoleh lewat ekskavasi arkeologi.

Museum ini sudah terbuka untuk umum. Namun jumlah koleksinya masih jauh dari memuaskan masyarakat awam.

Rencananya di daerah Jakarta Kota akan berdiri Museum Bank Mandiri. Kita harapkan koleksi museum itu akan menjadi primadona, sehingga bermanfaat sebagai objek studi dan objek pariwisata.


Gudang Ilmu

Sebagai negara yang dipandang berkebudayaan tinggi dengan urutan sejarah yang panjang, seharusnya kita mempunyai museum uang yang besar, minimal merupakan gabungan Museum Artha Suaka, Museum Reksa Artha, Museum Nasional, dan Museum Bank Mandiri. Tak dimungkiri kalau perhatian pemerintah dan berbagai kalangan terhadap museum masih sangat kecil.

Ini karena museum masih dianggap sebagai gudang barang-barang rongsokan. Bandingkan dengan negara-negara maju, yang sudah memperlakukan museum sebagai gudang ilmu pengetahuan. Taruhlah Jerman yang salah satu museumnya memiliki koleksi uang-uang kuno dari seluruh dunia yang mencapai ratusan ribu buah. Bahkan museum-museum di sana sudah dilengkapi dengan perangkat canggih, seperti komputer dan audio visual untuk membantu pengunjung.

Museum uang yang representatif memang masih menjadi dambaan kita semua, terutama para numismatis, arkeolog, sejarawan, dan peneliti. Mudah-mudahan pendirian museum yang berdimensi kultural edukatif atau edutainment bisa terlaksana secepatnya. Dengan demikian banyak hal bisa dipetik lewat uang, misalnya mengetahui sejarah perekonomian, melacak sejarah seni grafis, membandingkan sejarah teknologi, dan memperluas wawasan sejarah politik.***

DJULIANTO SUSANTIO
Arkeolog, Numismatis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker