Sabtu, 14 Februari 2009

Misteri Uang Seri Diponegoro (1975) dan Kartini (1985)


Pada 1986 ketika mengadakan arisan di Erasmus Huis, salah seorang anggota PPKMU memperlihatkan uang kertas pecahan Rp 10.000 dan Rp 5.000, keduanya bergambar utama P. Diponegoro. Penandatangannya adalah Gubernur BI Radius Prawiro dan Direktur Suksmono B. Mertokusumo. Padahal, uang emisi 1975 yang beredar ketika itu adalah pecahan Rp 10.000 bergambar utama relief Borobudur, Rp 5.000 bergambar nelayan penjala ikan, Rp 1.000 bergambar P. Diponegoro, serta Rp 500 bergambar wanita dan anggrek. Penandatangan uang adalah Gubernur BI Rachmat Saleh dan Direktur Suksmono B. Mertokusumo.

Beberapa waktu kemudian beredar di kalangan kolektor Jakarta dan Bandung foto-foto uang bergambar P. Diponegoro tersebut dengan pecahan Rp 10.000, Rp 5.000, dan Rp 500. Kejadian tersebut menjadi teka-teki bagi kolektor kita, mengapa uang seri P. Diponegoro tersebut tidak jadi diedarkan.

Pada suatu kesempatan, penulis bertemu dengan Dirut Perum Peruri dan menanyakan hal tersebut. Menurut beliau, uang seri P. Diponegoro yang terdiri atas 4 jenis pecahan (Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 1.000, dan Rp 500) sebenarnya akan diedarkan untuk mengganti uang seri Sudirman (emisi 1968). Namun kemudian terbit ketentuan dari pemerintah yang pada intinya menyatakan bahwa setiap uang yang akan diedarkan haruslah masing-masing menggambarkan tema tersendiri yang berhubungan dengan kekayaan atau kelebihan yang khas dari bangsa Indonesia, seperti pahlawan nasional, kebudayaan, flora, fauna, dsb.

Dengan demikian uang yang sudah disiapkan tersebut tidak jadi beredar dan dimusnahkan kembali untuk selanjutnya diganti dengan tema kebudayaan (Rp 10.000), kehidupan rakyat (Rp 5.000), dan flora (Rp 500), sedangkan pecahan Rp 1.000 bergambar P. Diponegoro tetap diedarkan sebagai tema pahlawan nasional. Kebetulan pada saat itu terjadi pergantian kabinet RI dimana Gubernur BI Radius Prawiro diganti oleh Rachmat Saleh.

Pada pergantian uang tersebut seolah-olah ada kesan terburu-buru. Soalnya kalau diamati, pada pecahan Rp 5.000 yang menggambarkan nelayan penjala ikan, tidak seekor ikan pun tergambar di situ. Sementara itu pecahan Rp 10.000 yang bergambar relief Borobudur, relatif singkat sekali masa edarnya. Konon penyebabnya adalah gambar belakangnya berupa makara atau wajah raksasa yang matanya melotot menakutkan.

Sampai saat ini uang-uang kertas yang diterbitkan pemerintah RI tema gambarnya berbeda-beda. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kita, misalnya, mengenal seri binatang (1957), seri flora/fauna (1959), seri pekerjaan tangan (1958-1964), seri Soekarno (1960-1961), dan seri Sudirman (1968).

Selanjutnya seorang anggota PPKMU juga memperlihatlkan lembaran uang Rp 10.000 (Kartini, 1985) dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran aslinya. Uang mini tersebut berukuran 13 cm x 7 cm, sedangkan uang asli berukuran 16,9 cm x 8 cm.

Adapun ciri-ciri yang terdapat pada uang mini tersebut sama persis seperti uang asli. Pada uang mini tersebut terdapat cap “asli” yang konon dicap dan diparaf oleh pihak BI. Banyak rekan kolektor juga melihat uang mini tersebut. Suatu pertanyaan besar bagi kita, mungkinkah hal tersebut dapat terjadi? Apakah kejadian itu adalah sesuatu yang disengaja atau tidak atau bahkan hasil rekayasa teknologi canggih?

(Sumber: Kornel Karwenda, Berita PPKMU, Oktober 1992)

1 komentar:

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker