Kamis, 01 Januari 2009

Produk Numismatik Indonesia Masih Langka


Oleh: DJULIANTO SUSANTIO



Seri Medali Peringatan 1983, terdiri atas Bapak Pembangunan Indonesia, 100 Tahun Krakatau Meletus, Gerhana Matahari Total, Pemugaran Borobudur, dan Peringatan Hari Pahlawan

BOLEH dibilang sampai kini produk-produk numismatik Indonesia masih langka. Barang-barang itu jarang dijumpai di pasaran. Di kota besar macam Jakarta saja kita sulit mencarinya, apalagi di kota-kota kecil. Di Jakarta yang relatif mudah dijumpai adalah koleksi uang kertas dan uang logam (koin). Sebagaimana kita ketahui, definisi numismatik itu sangat luas, karena mencakup pula medali, uang peringatan (uang komemoratif), token (uang perkebunan), dan masih banyak lagi.

Pihak-pihak terkait di Indonesia pun rupanya masih enggan menerbitkan benda-benda numismatik, seperti medali dan uang komemoratif. Memang pada era 1980-an Perum Peruri pernah mengeluarkan sejumlah medali peringatan peristiwa bersejarah, seperti Bapak Pembangunan Indonesia, 100 Tahun Krakatau Meletus, Gerhana Matahari Total, Pemugaran Candi Borobudur, dan Hari Pahlawan. Koleksi-koleksi tersebut berbahan perak, sehingga harganya terjangkau oleh kebanyakan numismatis pemula. Namun sejak itu penerbitan benda-benda numismatik kurang mendapat perhatian lagi sehingga memperlemah kedudukan numismatis Indonesia di mata dunia.

Di era 1990-an pernah ada beberapa penerbitan uang komemoratif, hasil kerja sama berbagai pihak, misalnya koin emas menyambut 50 tahun kemerdekaan Indonesia. Namun harga jualnya mencapai jutaan rupiah, meskipun nilai nominalnya hanya puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Karena mahal, banyak numismatis tidak memperoleh kesempatan untuk memiliki koin bersejarah itu.


Haram

Sebenarnya selain pihak Indonesia, penerbitan uang komemoratif pernah dilaksanakan perusahaan asing, yakni GoldQuest International (GQI). Perusahaan numismatik itu berpusat di Eropa dengan basisnya di Asia berada di Hongkong. Sejauh ini mereka sudah menerbitkan beberapa koin komemoratif bergambar tokoh-tokoh Indonesia, seperti Soekarno (Presiden I), M. Hatta (Wakil Presiden I), Rudy Hartono (pebulutangkis), dan Candi Borobudur. Ada dua jenis koin komemoratif yang mereka keluarkan, yakni emas seberat 10 gram dan 32 gram.

Bentuk koinnya memang menakjubkan. Detil gambar begitu mulus. Namun harga yang dipatok sangat tinggi, yakni 590 dollar untuk koin kecil dan 920 dollar untuk koin besar. Bayangkan bila dikurskan dengan rupiah.

Kalaupun punya uang, kita tidak bisa menerima langsung barang tersebut. Terlebih dulu kita harus menunggunya selama beberapa waktu. Jadi semacam sistem
indent, bukan ready stock atau cash & carry.

Selain tokoh-tokoh Indonesia, GQI pernah mengeluarkan koin tokoh-tokoh dunia dan peristiwa internasional, antara lain Benigno Aquino, James Cook, 50 Tahun FAO, John F. Kennedy, 100 Tahun Tour de France, Paus Yohanes Paulus II, dan Dalai Lama.

Oktober 2003 lalu GQI sempat meluncurkan koin emas tokoh pergerakan Islam Hasyim Ashari, kakek mantan Presiden Abdurrachman Wahid. Namun banyak pihak tidak setuju dengan kehadiran koin itu, terlebih keluarga Hasyim Ashari. Persoalannya adalah sistem penjualan yang dilakukan GQI dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Akibatnya para ulama memberlakukan fatwa haram terhadap penjualan koin emas tersebut dan juga koin-koin lainnya.

Sistem penjualan produk GQI adalah semacam
multi level marketing. Seorang anggota disyaratkan harus membeli minimal satu set koin. Bila dia banyak menjaring anggota, makin banyak komisi yang bakal dia terima. Kalau rajin, sukses, dan beruntung, sebagaimana dipromosikan seorang anggota GQI, dia bisa memperoleh komisi ratusan juta. Itulah promosi, namun kenyataannya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, bukan?

Di Jawa Timur, menurut para ulama sebagaimana diberitakan Kompas beberapa waktu lalu, banyak santri dan guru terbelit utang gara-gara kena bujuk rayu memperoleh komisi berlipat ganda. Malah ada yang sampai menderita stres berat karena tidak sanggup menanggung beban hutang. Beberapa numismatis di Jakarta pun sempat terperosok sampai puluhan juta karena barang-barang yang ditawarkannya tidak diminati orang. Boleh dikatakan tingkat keberhasilan memasarkan produk itu sangat kecil. “Mungkin yang sukses hanya sekitar satu persen dari seluruh anggota,” kata seorang anggota GQI yang merasa dirinya gagal.

Mengingat langkanya produk numismatik murah, seharusnya otoritas keuangan dalam hal ini Peruri harus bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Departemen Keuangan. Beberapa tahun lalu sebuah perusahaan swasta pernah memproduksi koin komemoratif bergambar negara-negara peserta piala dunia sepakbola di AS. Meskipun kualitas bahan kurang begitu baik, namun para numismatis cukup berbahagaia karena berhasil menambah perbendaharaan koleksi mereka.

Supaya berharga relatif murah, sebaiknya koin komemoratif terbuat dari bahan perak, aluminium, atau bahan lainnya. Yang jelas jangan mengandung emas. Sejauh ini perkembangan numismatik Indonesia sangat tergantung kepada ketiga instansi di atas.

Saat ini PT Pos Indonesia mempunyai Divisi Filateli, sehingga menguntungkan para filatelis. Bagaimana nasib numismatis Indonesia? Mereka harus bekerja keras sendiri karena tidak mempunyai “bapak angkat”. Kita harapkan dalam waktu dekat ini mata, telinga, dan hati pihak terkait akan terbuka untuk memajukan dunia numismatik Indonesia ke taraf lebih tinggi.***
(2003)

1 komentar:

  1. Saya punya koin Peringatan Gerhana Matahari Total "PATH OF TOTAL SUN ECLIPSE". Bila ada yang berminat silakan hubungi via email dyanta@gmail.com

    BalasHapus

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker