Selasa, 30 September 2008

Kegiatan PPKMU Cenderung Mundur


Oleh: DJULIANTO SUSANTIO

Perkembangan numismatik di Indonesia boleh dibilang sangat lambat. Padahal hobi mengumpulkan uang sudah dikenal sejak masa pendudukan Jepang, sekitar tahun 1942-1945.

Waktu itu segelintir bangsa pribumi mulai coba-coba menyimpan lembar-lembar uang kertas dan keping-keping uang logam (koin). Sayang, di tengah berkecamuknya perang, tentara-tentara Jepang menggerebek rumah mereka karena disangka menyembunyikan pejuang republik.

Anehnya, barang-barang berharga di rumah tersebut tidak digubris para tentara. Yang justru diambil adalah koleksi-koleksi mata uang pribumi itu. Jelas ini menunjukkan mata uang merupakan benda yang lebih berarti dibandingkan berbagai benda berharga lainnya.

Kegiatan mengumpulkan benda-benda numismatik dengan objek utama mata uang kemudian berjalan perlahan-lahan. Beberapa orang mulai melihat dan menghayati betapa pentingnya melindungi, memelihara, dan melestarikan mata uang Indonesia.

Maka kemudian mereka membentuk sebuah organisasi bernama Perhimpunan Penggemar Koleksi Mata Uang (PPKMU) pada 26 Oktober 1972.

Hingga kini, jumlah anggota PPKMU masih sekitar ratusan orang. Itu pun sebagian besar berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Sebagian kecil berada di Surabaya karena PPKMU cabang Surabaya pernah aktif beberapa tahun lalu.

Bapak Angkat

Mengapa perkembangan PPKMU begitu tersendat, tentu ada alasan yang mendasarinya. Tidak dipungkiri kalau uang-uang lama sukar dicari di pasaran. Kalaupun ada berharga relatif mahal, meskipun ada beberapa yang terjangkau orang kebanyakan.

Karena itu hanya orang-orang tertentu yang mampu memilikinya, apalagi yang berharga tinggi-taruhlah ratusan ribu hingga jutaan rupiah per koleksi.

Bandingkan dengan prangko. Bermodalkan Rp 100.000 saja, seorang filatelis sudah mampu memperoleh seabreg benda koleksi. Nah, kalau numismatis? Paling-paling dengan jumlah uang yang sama kita hanya mampu membeli sekitar sepuluh koleksi.

Lain daripada itu, seorang filatelis yang rajin berkorespondensi dengan sahabat pena di dalam negeri dan luar negeri, pasti akan mampu menambah perbendaharaan koleksinya.

Seorang numismatis umumnya harus merogoh kocek banyak untuk memuaskan kesenangannya.

Kendala lain bagi numismatis adalah pemerintah tidak menerbitkan mata uang setiap tahun. Bagaimana jadinya angggapan masyarakat kalau setiap tahun keluar uang baru. Berbeda dengan prangko. Dalam setahun pemerintah mengedarkan tidak kurang dari 20 keping prangko.

Pada bagian lain, para filatelis mendapat dukungan dari bapak angkatnya, yakni PT Pos Indonesia. Karena itu organisasi filateli banyak tersebar di seluruh Indonesia.

Selain Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) pusat dan cabang, para filatelis juga memiliki klub filateli, antara lain Pramuka Pencinta Filateli.

Jangan heran bila kemudian jumlah filatelis membengkak dengan cepat. Kini jumlah filateli di seluruh Indonesia mencapai ratusan ribu orang.

Berbagai kegiatan aktif dilaksanakan para filatelis. Penerbitan buletin, seminar, temu anggota, bursa, lelang, dan pembuatan situs internet kerap diselenggarakan silih berganti.

Bahkan mereka mempunyai Himpunan Penulis Filateli dan Asosiasi Pedagang Prangko Indonesia yang setiap tahunnya menerbitkan buku katalogus.

Selama ini para numismatis harus berjalan sendiri. Kantor sekretariat pun tidak punya dan biasanya nebeng pada rumah atau kantor ketua umum PPKMU.

Beberapa tahun lalu upaya untuk mendapatkan bapak angkat dari Departemen Keuangan gagal. Begitupun dari Bank Indonesia dan Perum Peruri, tidak ada perhatian sama sekali.

Dampaknya makin terasa. Kegiatan PPKMU bukannya bertambah maju, malah cenderung mundur. Arisan PPKMU yang biasanya diselenggarakan secara mandiri, kini harus mendompleng pada kegiatan PFI.

Sementara itu, kenyataan yang ada, dalam kegiatan PPKMU dan PFI justru banyak kolektor mancanegara terlibat di dalamnya.

Saat ini PPKMU sudah (atau baru?) berusia 30 tahun, tetapi banyak hal masih terabaikan. Untuk itulah para sepuh PPKMU harus memberi perhatian penuh kepada organisasi dan kegiatan.

Meskipun sejumlah tokoh senior PPKMU menjadi anggota perkumpulan numismatik di mancanegara, bukan jaminan bahwa PPKMU akan berkembang. Untuk maju, tentu PPKMU perlu dukungan tenaga dan biaya.

DJULIANTO SUSANTIO Numismatis, tinggal di Jakarta

(Pernah dimuat di SUARA PEMBARUAN MINGGU, 23/2/2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker