Sabtu, 10 April 2010

Adi Pratomo, Satu di Antara Sedikit Peneliti Rupiah

Temukan Kode ORI, Jurnalnya Sampai ke Belanda


Dalam Katalog Uang Kertas Indonesia 1782-2005, ada ucapan selamat dari Adi Pratomo. Di bawah namanya tertulis Jurnal Rupiah lengkap dengan alamat rumah. Siapa Adi dan apa hubungannya dengan uang?

RUMAH di Jalan Raya Darmo Permai Selatan itu seperti tak berpenghuni. Cat pagarnya sudah melepuh, digantikan kerak hitam di sana-sini. Rumput-rumput liar meninggi hampir selutut. Sampah bekas peralatan rumah tangga berserak hampir memenuhi sepertiga halaman. Langit-langit di atap beranda juga banyak yang jebol dengan noda warna cokelat.

Tulisan Awas Ada Anjing Galak yang ditempel di kaca depan hampir tidak terbaca. Kertasnya yang cokelat seukuran buku tulis sudah sangat kusam. Tinta birunya pun sudah luntur.

Di ruang tamu, aroma lembap bekas hujan begitu terasa. Isi ruangan berukuran 5 x 5 itu didominasi puluhan buku pelajaran SMP dan SMA yang diletakkan begitu saja di sudut kiri, dalam rak terbuka berwarna putih kecokelatan. Tidak ada meja tamu. Hanya sebuah kursi yang bisa menampung tiga orang. Warnanya campuran biru, merah, dan kuning. ”Beginilah keadaan saya,” kata Adi Pratomo, pemilik rumah lantas tersenyum.

Sambil mengisap dalam-dalam sebatang rokok keretek, Adi melanjutkan, ”Anda sekarang berhadapan dengan pria yang ketika sekolah mendapatkan angka 10 untuk sejarah. Juga seorang setan matematika,” ujarnya, ekspresinya datar.

Dia kemudian bercerita tentang sejarah peradaban besar dunia.

Namun, pria 58 tahun itu memfokuskan analisisnya pada masalah ekonomi. ”Sejarah politik kekuasaan adalah sejarah kaum ningrat, sedangkan soal ekonomi lebih dekat pada pergulatan kerakyatan,” paparnya. ”Sejauh menyangkut nilai uang, satuan timbang dan perdagangan, kita bisa melacak sejarah dengan cara pandang yang kaya,” lanjutnya.

Bapak empat putri itu mencontohkan, seseorang bisa lebih dalam mengetahui asal-usul Indonesia dari kata satuan mata uang rupiah. ”Tidak banyak orang Indonesia yang tahu mengapa rupiah dipilih sebagai nama. Apakah ini nama lokal atau baru saja dicetuskan?” katanya seolah bertanya. Sambil menggelengkan kepala, Adi menjawab pertanyaannya sendiri. ”Kata rupiah hidup sejak abad kelima atau enam Masehi.”

Rupiah, lanjut dia, berasal dari bahasa Mongolia, rupia, yang berarti perak. Waktu itu, Mongolia di bawah Genghis Khan, dilanjutkan Timur Leng, dan Kubilai Khan melakukan serangkaian invasi sampai ke negara-negara selatan. Di antaranya, India, Afghanistan, dan Pakistan serta negara utara, Rusia dan beberapa negara Eropa Timur lainnya.

Nama rupia kemudian menyebar. Sebab, negara-negara bekas jajahan Mongolia itu melakukan perdagangan ke berbagai belahan dunia, termasuk Nusantara. ”Makanya, saudara rupiah itu sebetulnya adalah rubel, mata uang Rusia,” jelasnya.

Atas dasar itulah Adi menolak jika ada anggapan bahwa rupiah berasal dari satuan uang India, rupee. Kedua mata uang tersebut, kata dia, sejatinya sama. Hanya pelafalannya berbeda. Pada awal 1500-an, ketika kolonialisme Eropa mulai mekar di Asia dan Afrika, perbedaan itu muncul. Inggris lantas melafalkan rupia menjadi rupee, Prancis (rouple), Jerman (rupie), dan Portugis tetap melafalkan rupia.

Kata rupiah paling dekat dengan lafal Portugis. Alasannya, bahasa Indonesia mengambil bahasa Melayu pasar sebagai bahasa persatuan. Sedangkan bangsa Portugis bercokol amat lama, 130 tahun (1511-1641) di Malaka. ” Tinggal menambahi huruf H saja, jadi sudah. Kan sesuai dengan lidah Jawa,” terang Adi.

Pengetahuan semacam itu tidak datang tiba-tiba. Butuh kerja keras dan napas panjang untuk konsisten membaca, menganalisis, juga merenung. Lulusan teknik kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut memang gandrung pada ilmu pengetahuan.

Tidak hanya membaca buku, dia juga menggali dari prangko. Karena itu, pria yang lulus dari UGM pada 1980 tersebut gemar mengoleksi prangko. ”Filateli itu mengajarkan pengetahuan yang lebih luas ketimbang buku-buku arus utama yang berkembang,” ujarnya. ”Ada pelukis yang katanya hebat di Indonesia, tahunya hanya seniman Amerika. Coba tanyakan siapa pelukis top dari Zimbabwe. Pasti dia tidak tahu karena bacaannya itu-itu saja. Kalau di prangko, itu ada,” sambungnya.

Tidak hanya mengoleksi, Adi juga memperjualbelikan prangko. Sayang, makin tahun harga prangko makin turun, bahkan hampir tidak berharga lagi.

Dia baru meneliti uang -terutama uang kertas- sejak 1993. ”Waktu itu, saya lihat iklan di Jawa Pos, ada pertemuan tentang uang kertas kuno, kalau tidak salah di Unair. Saya tertarik dan ikut,” ungkapnya.

Perhatiannya kemudian hanya tercurah pada uang kertas kuno. Terutama uang yang beredar di Nusantara yang dimulai pada 1782. Pilihan tersebut, karena selain cakupannya di negeri sendiri, juga karena peneliti uang asing sudah sangat banyak. ”Sedangkan peneliti uang Indonesia masih sangat sedikit. Hanya hitungan jari,” tegasnya.

Meski menggilai uang kuno, Adi bukan kolektor, hanya peneliti. Sekali-sekali saja dia berjual beli karena koleksinya sangat terbatas. Apalagi, penghasilannya sebagai analis kimia di perusahaan cat hanya cukup untuk hidup sehari-hari.

Untuk meneliti ratusan lembar uang itu, dia meminjam dari beberapa kolektor kenalannya. Dia ingin mengetahui cerita di balik produksi uang tersebut. ”Cerita sangat penting. Kalau jualan benda kuno, sebetulnya kan kita jual cerita,” katanya.

Pernah, penelitian tersebut membuahkan rasa geram pada Adi. Itu karena dia menilai harga uang yang diproduksi pemerintah Indonesia pada zaman revolusi (1946 sampai 1949) sangat murah. Padahal, uang yang dikenal dengan nama Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) tersebut sangat langka di pasaran. Nilai historisnya pun tinggi, meski kertasnya buruk, cetakannya jelek, dan gambarnya asal-asalan. Ada lima seri ORI yang sempat keluar. Cetakannya hampir seragam, belepotan.

Dia menunjuk sebuah pecahan Rp 250 warna cokelat kemerahan bergambar Soekarno dan petani. Secara artistik, uang itu kalah jauh dari uang bikinan Belanda, De Javasche Bank, yang beredar pada waktu sama. Gambarnya mulus, lukisannya pas, dan kertasnya nomor satu.

Di pasar uang kertas kuno, saat ini produksi De Javasche Bank itu termasuk salah satu yang paling mahal. ”Padahal, uang tersebut banyak di mana-mana. Saya heran, yang langka kok malah murah,” tuturnya.

Adi lantas melakukan penelitian mendalam pada ORI itu. Berbulan-bulan dia bergelut dengan ratusan lembaran uang yang dia pinjam dari sana-sini. Hingga pada suatu hari pada 1995, dia menemukan kode ORI.

Kode tersebut berupa pasangan huruf dan angka yang tersinkronisasi secara sistematis. Khususnya pada semua pecahan ORI cetakan pertama tanggal 17 Oktober 1945 dan 1 Januari 1947, kecuali pecahan 0,5 rupiah.

Kode itu misalnya, kalau abjad AB dan C, angka pertamanya pasti 5. DEF, angka pertamanya 1. GHI sama dengan 6 dan KLM adalah 2. Begitu seterusnya. Abjad yang tidak terpakai adalah J dan Q. Contohnya, huruf M akan selalu berpasangan dengan 2897 atau 2459 atau 2781. ”Selalu seperti itu. Ketika pertama kali menemukan, orang mengira saya sedang main sulap,” kenang Adi, lalu tertawa.

Dengan bekal itu, dia tahu bahwa ada uang palsu dan uang jadi-jadian beredar di pasar. ”Uang palsu itu uang yang dipalsukan, sedangkan uang jadi-jadian, nggak ada tapi diada-adakan,” terang Adi. Di katalog terbitan Belanda pun, tercantum ORI palsu. ”Tapi, tidak ada yang tahu bahwa itu palsu. Itulah kebanggaan saya karena katalog saya lebih lengkap dan akurat,” ujarnya.

Meski begitu, tidak ada apresiasi khusus atas temuan Adi itu, selain penghargaan kecil di Katalog Uang Kertas Indonesia 1782-1996 dan 1782-2005 tersebut. Katalog itu memang terbit dua edisi, sesuai perkembangan uang di Indonesia. ”Memang tidak banyak yang mengenal saya (sebagai penemu kode ORI, Red),” ungkapnya.

Padahal, Adi pernah menerbitkan sebuah jurnal sepuluh halaman bernama Rupiah pada 1994 hingga 2003. Isinya tentang sejarah keuangan dan perdagangan. Bentuknya sederhana, hanya berupa fotokopi. Bahkan, edisi-edisi awal, Adi hanya menulis dengan tangan.

Namun, peredaran jurnal itu cukup luas. Sampai Belanda dan Australia. ”Museum Bank Indonesia juga punya edisi lengkapnya. Harganya hanya Rp 2.000, untuk beli rokok saja tidak bisa,” katanya, lalu tertawa lebar. ”Suatu saat saya akan membuat lagi,” tambahnya.

Untuk menghidupi keluarganya, Adi kini hanya memberikan les pada beberapa murid SMP dan SMA. Mata pelajarannya meliputi matematika, fisika, dan kimia. Sebab, saat krisis moneter pada 1998, dia kena PHK dari tempat kerjanya di pabrik cat. ”Yang pasti ngelesin lebih stabil dapat uang, ketimbang jualan uang,” kata suami Mimi itu dengan tetap senyum.

Senyum bisa jadi tanda bersyukur. Dan, Adi memang pantas bersyukur karena dua putrinya mendapat beasiswa S-1 di Nanyang University of Singapore (NUS). Dua-duanya mengikuti jejak ayahnya, mengambil jurusan kimia. Dua putrinya yang lain masih duduk di bangku SMA dan SMP. (cfu)

(jawapos.co.id)

Kamis, 08 April 2010

Hati-hati Penipuan dengan Cek dan Surat Tanah


Pertengahan Desember 2009 dua orang melaporkan temuannya kepada saya. Keduanya, dalam waktu hampir bersamaan, membawa cek dari BCA bernilai Rp 2.700.000.000, surat keterangan tanah dari Badan Pertanahan Nasional Manokwari, dan Surat Izin Usaha Perdagangan dari pemprop Jawa Timur. Yang menarik, di SIUP tercantum no HP 0813-8765-xxxx. Barang-barang tersebut dipungut dari tengah jalan. Mungkin sengaja dijatuhkan oleh si penipu. Si ‘pemilik’ perusahaan mencantumkan namanya Ir. Lumaksono.

Tentu timbul pertanyaan, apakah surat-surat ini asli? Beberapa waktu sebelumnya, pernah muncul surat pembaca. Seseorang juga menemukan surat seperti ini. Karena ingin berbaik hati, dia menelepon nomor HP yang tercantum. Entah bagaimana cerita pokoknya, saya lupa, yang jelas dia tertipu beberapa juta rupiah. Mungkin si penelepon terkena hipnotis sehingga menuruti kemauan si pemilik surat tanah.

Coba saja perhatikan cek dalam gambar ini, nomornya kembar. Mana ada sih cek sungguhan yang begitu. Surat-suratnya pun cetakan biasa. Stempelnya tidak menunjukkan bekas-bekas tinta. Foto sang pemilik, hanya stiker. Maka Anda harus waspada. Jangan sampai tergiur dengan temuan cek bernilai besar. Penipu sekarang sangat jeli, pintar melihat peluang.

Cek bernilai Rp 2.700.000.000,00. Nomor serinya sama, jelas cek bo’ong-bo’ongan.

Awal April 2010 kembali saya mendapat ‘hadiah’ serupa. Nilai cek tetap sama. Begitu juga nomor cek. Surat dari Badan Pertanahan Nasional agak berbeda. Surat dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan tertulis ‘Pemerintah Kabupaten Yogyakarta’. Lihat foto di bawah:



Kamis, 11 Maret 2010

Hati-hati Penipuan dengan Uang $1 Juta 1988 dan $100.000 1934


Oleh: Djulianto Susantio


Banyak pertanyaan ditujukan ke saya soal mata uang yang bernilai sangat besar, terutama soal dollar AS. Ada yang memaksa mencairkan uang tersebut ke petugas bank. Ada juga yang hendak menukarkannya dengan kurs sangat rendah. Demikian bunyi sebagian dari surat-surat itu. Umumnya pertanyaan berasal dari Sumatera.

Memang, ini karena ketidaktahuan masyarakat. Bahkan ada yang sengaja untuk berbuat tidak baik. Perlu diketahui, sejak tahun 1980-an banyak beredar uang-uang demikian. Di kalangan kolektor uang (numismatis) biasa disebut 'uang impian', 'uang fantasi', atau 'uang suvenir'. Selain dollar AS ada juga dollar Kanada dan dari negara lain, baik yang bernominal 1 Juta maupun 1 Miliar.

Baru-baru ini masyarakat 'geger' lagi dengan uang $100.000 tahun 1934. Mata uang ini, seperti yang terdahulu, juga dilengkapi sertifikat. Mungkin singkatnya bisa dikatakan, ini bukan uang sungguhan. Hanya suvenir atau cenderamata. Biasanya yang mengeluarkan uang demikian adalah Asosiasi Jutawan AS, dibuat untuk kepentingan kolektor. Karena itulah masyarakat harus waspada, terutama untuk mencegah penipuan.




Beberapa uang fantasi dilengkapi sertifikat

Selain itu ada uang asli yang bernominal sangat besar, seperti uang dari bekas pecahan Yugoslavia tahun 1989 dan uang Zimbabwe tahun 2009. Di Yugoslavia sejak era komunis pecah, terjadi perang etnis di sana. Karena itu terjadi inflasi sangat hebat. Maka pemerintah setempat mengeluarkan pecahan sangat besar, mulai dari 5 miliar dinar hingga 50 miliar dinar. Uniknya yang bernilai 5 miliar, pernah dikatakan 'harta karun warisan Bung Karno'. Lihat foto di bawah.



Kekacauan politik juga pernah terjadi di Zimbabwe, Afrika. Kabarnya inflasi pernah mencapai 360.000 persen. Bisa dibayangkan, untuk membeli sepotong roti saja diperlukan bertumpuk-tumpuk uang kertas. Maka pemerintah mencetak uang bernominal sangat besar. Lihat foto di bawah.


Sebenarnya masih banyak negara yang mengeluarkan uang fantasi dan uang bernilai sangat besar. Untuk itu tetap waspada, jangan sampai tertipu. Menurut informasi, upaya penipuan banyak terjadi di luar Jawa. Mungkin karena informasi tentang numismatik masih kurang.

Berbagai variasi uang fantasi $1 juta
















Rabu, 24 Februari 2010

Konservasi Mata Uang Perunggu


Di Desa Tanjungan, Wedi, Klaten ditemukan sejumlah mata uang perunggu yang memerlukan tindakan konservasi. Tindakan konservasi yang dilakukan meliputi pembersihan, pengukuran, dan analisis jenis bahan. Jumlah mata uang yang dikonservasi sebanyak 50 buah.

Ukuran rata-rata mata uang tersebut sebagai berikut :

  1. Diameter luar : 2,4 cm
  2. Diameter dalam : 0,6 cm
  3. Tebal : 0,1 cm
  4. Berat sebelum dikonservasi : 3,8309 gram
  5. Berat setelah dikonservasi : 3,7176 gram

Mata uang diperkirakaan terbuat dari perunggu dan jenis korosinya dominan berwarna hijau. Kondisi uang bagian luar diliputi oleh kerak yang sangat tebal dan keras. Kerak tersebut pada lapisan terluar berwarna hitam yang merupakan tanah yang mengeras. Sedangkan lapisan kedua berwarna hijau yang merupakan tembaga (I) oksida yaitu cuprite. Pada lapisan paling bawah ditemukan indikasi adanya bronze disease yang ditandai dengan kristal hijau pucat berbentuk bubuk. Bronze disease merupakan pelapukan yang sangat destruktif karena tidak hanya merusak patina tapi juga merusak logam hingga dapat menimbulkan lubang. Bronze disease disebabkan korosi karena klorida dan lingkungan yang banyak mengandung air dan oksigen.

Tindakan konservasi diawali dengan pembersihan secara manual menggunakan scalple dengan hati-hati. Kemudian dilanjutkan dengan pelunakan kerak korosi menggunakan alkali gliserol. Kapas diolesi alkali gliserol kemudian dioleskan ke objek secara berulang-ulang hingga kapas berubah warna menjadi biru. Perlakuan tersebut diulang hingga kapas tidak berwarna biru lagi.

Setelah proses pembersihan selesai dilanjutkan dengan pengaplikasian larutan Benzotriazole (BTA) 5% yang dilarutkan dalam alkohol untuk menstabilkan reaksi yang terjadi. Mekanisme kerja BTA adalah molekul BTA diabsorbsi molekul klorida sehingga klorida berhenti bereaksi dan logam tembaga dapat terlindungi dari korosi lebih lanjut. Pengaplikasiannya dengan cara objek direndam dalam BTA dengan waktu kontak selama 24 jam. Kemudian objek dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Selanjutnya objek dibersihkan menggunakan alkohol. Setelah kering kemudian di-coating menggunakan PVA 1% yang berfungsi untuk melindungi permukaan objek.

Analisa bahan penyusun logam dilakukan terhadap tembaga dan timbal sesuai dengan ketersediaan bahan kimia yang ada. Analisa kandungan tembaga (Cu2+) dilakukan dengan tes menggunakan potasium ferrocyanide (K2Fe(CN)6). Ternyata timbul endapan coklat berupa Cu2Fe(CN)6, jadi mata uang tersebut mengandung tembaga. Analisa kandungan timbal (Pb2+) dilakukan dengan tes menggunakan kalium yodida (KI). Timbul endapan kering berupa PbI2, hal ini menandakan bahwa uang logam tersebut mengandung timbal (timah hitam). Mata uang terbuat dari perunggu karena komposisi utama perunggu adalah tembaga dan timah.



(BP3 Jawa Tengah)

Jumat, 22 Januari 2010

Kapal VOC Ditemukan Berisi 180.000 Keping Koin Emas


Budapest - Sebuah kapal Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) ditemukan di dasar laut dengan isi antara lain 180.000 koin emas. Seluruh koin dalam kondisi bagus dan nilai taksiran sekitar US$ 1 miliar!

Bangkai kapal VOC yang diperkirakan tenggelam 3 abad lalu tersebut ditemukan oleh para penyelam Hungaria di perairan dekat salah satu pantai di Brazil, demikian dikutip detikcom dari media Belanda berdasarkan rilis media Hungaria, Sabtu (28/11/2009).

"Kapal bernama Voetboog bertiang tiga ini tenggelam pada 29/5/1700, dengan awak 109 orang, membawa muatan sangat mahal," ujar kepala ekspedisi Attila Szalóky.

Muatan kapal VOC iu antara lain sutera, rempah-rempah, teh, porselein dan 180.000 keping koin emas Belanda. "Benda-benda itu menurut para penyelam dalam kondisi bagus," jelas Szalóky.

Menurut Szalóky, kapal tersebut dalam perjalanan dari Batavia (kini Jakarta) menuju Negeri Belanda. Dengan memilih rute pelayaran via perairan Brazil awak kapal berharap dapat mencapai Negeri Belanda dengan aman.

Namun bagaimana akhirnya kapal tenggelam masih belum jelas benar. Diduga sesampainya di Samudera Atlantik kapal tersebut terjebak dalam badai dan akhirnya karam. (es/es)

(detiknews.com)

Sabtu, 16 Januari 2010

Seorang Warga Ngawi Temukan Ribuan Uang Kuno


Ngawi (ANTARA News) - Suhud Jainudin (19), warga Desa Kersoharjo, Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi, Jatim, menemukan ribuan keping uang kuno yang diduga merupakan benda bersejarah.

Suhud, Rabu, mengatakan, ribuan keping uang kuno tersebut berukuran seperti uang receh Rp25,00 jaman dahulu, berbentuk bulat dengan lubang di bagian tengah. Selain itu, di empat bagian sisi keping terdapat tulisan huruf Cina.

"Jumlahnya mencapai ribuan keping. Saat ditemukan di dalam tanah, uang tersebut berada dalam guci. Karena sudah sangat tua, banyak keping yang sudah rusak dan tulisannya tidak jelas," katanya mengungkapkan.

Menurut dia, ribuan keping uang kuno tersebut ditemukan berawal dari sebuah mimpi. Namun, pihaknya sempat tidak percaya. Akhirnya karena penasaran, ia dan dua orang temannya, Yuli dan Suyono, berusaha membuktikan mimpi tersebut.

"Benar saja, setelah dicari dengan cara mengali tanah di tepian sungai, akhirnya guci yang berisi ribuan keping uang kuno tersebut ditemukan. Lokasi penemuannya tepat di tepi Bengawan Madiun yang tidak jauh dari rumah saya," kata putra kelima dari pasangan Ahmadi dan Sumari ini.

Lebih lanjut ia menjelaskan, karena terlalu lama di dalam tanah, dalam sekali angkat guci tempat ribuan keping uang kuno tersebut langsung pecah saat hendak diangkat. Kini ribuan keping uang kuno tersebut ia simpan di rumahnya dengan diwadahi karung.

"Sejak ditemukan hari Minggu lalu, banyak warga yang ke sini. Mereka penasaran dan ingin melihat langsung wujud uang kuno tersebut. Sebagian warga ada yang bilang uang kuno tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit, namun ada juga yang bilang merupakan peninggalan kerajaan Cina," katanya.

Suhud mengaku, belum tahu akan digunakan untuk apa ribuan keping uang kuno tersebut. Menurut dia, selama ini belum ada petugas dari Pemerintah Daerah Ngawi ataupun kolektor yang mendatanginya untuk melihat temuannya tersebut.

Sementara itu, Koordinator Museum Trinil Ngawi, dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Timur, Endra Waluyo, mengatakan, belum dapat memberikan penjelasan banyak terkait temuan ribuan keping uang kuno ini.

"Terus terang kami belum dapat berkomentar banyak, apakah uang kuno tersebut termasuk benda cagar budaya atau tidak. Hal ini, karena tim kami belum menuju lokasi untuk melihat langsung keping uang kuno yang ditemukan," katanya saat dikonfirmasi.

Menurut Endra, untuk menentukan sebuah benda termasuk dalam cagar budaya harus dilakukan penelitian terlebih dahulu. Kalaupun ternyata dinyatakan sebagai benda cagar budaya, nantinya juga masih harus dilakukan penelitian lebih lanjut lagi.

"Dengan kata lain, harus dilakukan penelitian cermat terlebih dahulu. Rencananya kami akan secepatnya mendatangi lokasi untuk mengeceknya," katanya.

(antara.co.id)


BI Pamerkan Uang Kerajaan Majapahit


Palembang (ANTARA News) - Stan pameran BI di area Sriwijaya Expo menjadi salahsatu yang paling ramai dikunjungi warga Palembang dan Sumsel karena memajang ratusan koleksi uang tua termasuk dari Kerajaan Majapahit atau gobog yang terbuat dari tembaga.

Andre (19) seorang pengunjung stan BI, di Dekranasda Palembang, Kamis mengaku bingung dengan berbagai bentuk dan jenis serta bahan uang yang dipamerkan dilokasi tersebut.

Ternyata di stan BI ini bisa menyaksikan dan mengenal uang kertas dan receh bahkan uang emas berbentuk batu cincin atau lempengan yang dipergunakan dimasa lampau, katanya.

Ia mengatakan, pameran yang dilaksanakan BI tersebut membantu meningkatkan wawasan pengunjung.

Karena yang dipajang tidak hanya alat tukar berupa uang dijaman modern ini tetapi sejak tahun 896 masehi juga dipamerkan, tambahnya.

Menurut dia, dengan pameran tersebut kita dapat mengetahui bagaimana alat tukar yang digunakan pada masa lampau.

Sampai mata uang yang terbaru juga dapat diketahui melalui pameran tersebut, katanya.

Sementara itu, agar dapat melihat uang-uang kuno sampai detail panitia stan BI menyediakan kaca pembesar.

Dengan kaca pembesar tersebut pengunjung dapat melihat secara detail garis maupun tulisan serta ornamen yang terdapat dalam uang yang digunakan dimasa lampau tersebut, kata salah seorang penjaga stan.

Berbagai mata uang dalam bentuk kertas tampak dipajang dengan menggunakan kaca berbingkai, seperti uang kertas seri bunga, seri soekarno dan kebudayaan.

Sedangkan uang dalam bentuk butiran dan lempengan emas,tembaga, perak yang digunakan sejumlah kerajaan di Pulau Jawa dan Sumatra dipajang dalam lemari kaca.

Sriwijaya Expo dan dirangkaikan dengan Festival Sriwijaya tersebuut berlangsung dari 16 sampai 23 Juni.

Peserta pameran berasal dari berbagai daerah, seperti Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur dan juga Nanggroe Aceh Darussalam.

Berbagai produk sandang, pangan dan perhiasan dipamerkan dilokasi tersebut.(*)

(antara.co.id)

♦ Kontak Saya ♦

Nama Anda :
Email Anda :
Subjek :
Pesan :
Masukkan kode ini :

.

Photobucket

.

Pyzam Glitter Text Maker